Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Perang Dagang AS-China, Siapa yang Bakal Menang dan Berakhir Tumbang?



loading…

Perang dagang antara AS dan China kembali memanas. Kedua negara saling menekan dengan tarif impor yang semakin tinggi. FOTO/iStock

JAKARTA – Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali memanas. Dalam sepekan terakhir, kedua negara saling menekan dengan tarif impor yang semakin tinggi, mengubah konflik ini menjadi ujian ketahanan ekonomi jangka panjang yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Tarif impor AS terhadap produk China kini mencapai 125%, sementara Beijing membalas dengan tarif hingga 84% terhadap barang-barang asal Amerika. Perang tarif ini tidak hanya berdampak pada perdagangan kedua negara, namun juga menguji daya tahan sistem ekonomi global.

Menurut Dekan School of Public Policy di Chinese University of Hong Kong di Shenzhen, Zheng Yongnian, konflik ini bukan lagi sekedar soal neraca perdagangan, melainkan adu kekuatan dalam membangun sistem industri yang tangguh dan berkelanjutan.

“Apa yang diperebutkan adalah ketahanan ekonomi. Hanya dengan sistem yang kuat, China bisa mengamankan posisi dominan dalam persaingan jangka panjang melawan AS,” ujar Zheng, dikutip dari akun resmi media sosial People’s Daily dari SCMP, Jumat (11/4/2025).

Di tengah ketegangan ini, Presiden AS Donald Trump memberikan jeda 90 hari untuk sebagian besar tarif pada negara lain, namun tetap fokus memperketat kebijakan terhadap China. Langkah ini disebut oleh Lynn Song, kepala ekonom ING untuk Greater China, sebagai bagian dari ujian daya tahan yang sengaja dilancarkan Washington.

“Para pembuat kebijakan seakan-akan sedang menguji siapa yang lebih dulu merasa kesakitan, untuk melihat siapa yang akhirnya memiliki keunggulan saat negosiasi dilanjutkan,” tulis Lynn dalam catatannya.

Namun, risiko pemisahan total antara dua raksasa ekonomi dunia makin nyata. Perdagangan antara AS dan China yang mencapai USD688,3 miliar tahun lalu kini terancam stagnasi.

Zheng memperingatkan, “Jika tarif sudah tembus 60 hingga 70 persen, efeknya bisa sama seperti 500 persen, bisnis tak akan bisa berjalan dan pemisahan ekonomi jadi tak terelakkan.”

Profesor Ekonomi dari Universitas Peking, Yao Yang, juga menyuarakan kekhawatiran serupa. Ia menyebut, banyak industri ekspor China kini harus mengalihkan produk ke pasar domestik, yang bisa memperparah persaingan internal dan tekanan deflasi.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *