Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Pekerja Tembakau dan Mamin Serukan Perlindungan Industri Padat Karya



loading…

Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) menyerukan perlindungan bagi para pekerja. Foto/Dok

JAKARTA – Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) menyerukan perlindunganbagi para pekerja. Khususnya di industri padat karya guna memperkuat daya tahan ekonomi nasional di tengah tantangan global, termasuk perang dagang.

Ketua Umum FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS menegaskan, bahwa pekerja dan pengusaha memiliki posisi yang sama dalam mendapatkan perlindungan dan pembelaan. Kedua pihak berkontribusi saling melengkapi dalam memperkuat perekonomian negara, seperti dua sisi mata uang yang bernilai dalam pembangunan nasional.

Hal ini selaras dengan aspirasi serikat pekerja yang disampaikan pada kesempatan Silaturahmi Ekonomi Nasional dengan Presiden beberapa waktu lalu. Sudarto menekankan, bahwa industri padat karya, seperti Industri Hasil Tembakau (IHT) , memiliki peran penting dalam pembangunan Indonesia, utamanya dalam penyerapan tenaga kerja, di mana terdapat ratusan ribu orang yang bekerja dalam seluruh mata rantai IHT.

IHT juga memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara, dengan rata-rata 10% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang bersumber dari cukai hasil tembakau. Selain itu, industri ini memiliki efek berganda yang positif terhadap perputaran perekonomian daerah.

Terlihat dari keterkaitan erat antara industri tembakau dengan penyerapan hasil pertanian dalam negeri serta sektor ritel yang mayoritas pelakunya adalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Oleh karena itu, industri tembakau dianggap sebagai salah satu industri prioritas nasional.

Oleh karena itu, Sudarto mendesak pemerintah untuk memberikan perlindungan dan keadilan berusaha bagi IHT, baik pekerja maupun pengusaha. “Supremasi hukum ketenagakerjaan diperlukan untuk melindungi pekerja dan menjaga persaingan sehat antar pelaku industri,” tegasnya.

Sudarto juga menyoroti pentingnya regulasi yang mendukung perekonomian, terutama dalam kondisi ketidakpastian saat ini. Ia menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 berpotensi mematikan IHT dan mengancam Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) bagi para pekerja di industri lainnya.

Berdasarkan data dalam laman Satu Data Ketenagakerjaan Kemnaker, jumlah orang yang terkena PHK mencapai 18.610 orang per Februari 2025. Angka tersebut meningkat hampir 6 kali lipat dari bulan Januari yang sebanyak 3.325 PHK.

Tuntutan Deregulasi untuk Melindungi Tenaga Kerja

Ia juga menganggap pasal-pasal dalam PP 28/2024 kurang sesuai, seperti larangan zonasi 200 meter untuk penjualan produk tembakau, pengaturan Gula, Garam, Lemak (GGL), serta wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), aturan turunan PP 28/2024.

“Regulasi-regulasi tersebut akan memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap keberlangsungan industri padat karya yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan negara,” imbuhnya.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *