Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Pasca Bergabung ke BRICS, Indonesia Diminta Waspada Serangan AS



loading…

Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping foto bersama sebelum sesi format Outreach KTT BRICS di Kazan, Rusia, Kamis (24/10). Menlu RI Sugiono berada di barisan belakang, kedua dari kiri. FOTO/AP

JAKARTA – Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan bahwa kepesertaan Indonesia di BRICS bisa dinilai sebagai upaya memperkuat hubungan tidak hanya dengan China tapi dengan Brasil dan Afrika Selatan maupun negara Timur Tengah.

Menurut Bhima, sebagai anggota grup BRICS yang baru, Indonesia berpeluang untuk berpartisipasi dalam solidaritas negara Global South dalam mengurangi hegemoni Barat yang ada saat ini.

“Pemerintah sebaiknya tidak melihat BRICS hanya agenda China saja, tapi ada potensi besar dengan negara Brasil terkait ekonomi restoratif, hingga Afrika Selatan soal pengembangan transisi energi bersih. Jika terlalu pro-China maka keanggotaan Indonesia di BRICS sebenarnya sia-sia mereplikasi hubungan ekonomi dengan China yang sudah terlalu dominan,” kata Bhima dalam keterangan resminya, Rabu (8/1/2025).

Disisi lain, aliansi BRICS tidak begitu memberikan keuntungan untuk Indonesia karena ekonomi China diproyeksikan akan melambat terutama pasca kembali terpilihnya Donald Trump yang memicu proteksionisme dagang.

Direktur China-Indonesia Desk di Celios, Muhammad Zulfikar Rakhmat memberikan pandangan bahwa ketidakpastian ekonomi global karena perang dagang antara China dan AS saat Trump akan mengacak stabilitas ekonomi di beberapa negara, dan ini tentunya akan berimbas pada Indonesia. Ditambah lagi ancaman Trump pada negara anggota BRICS jika melakukan dedolarisasi.

“Reaksi Trump perlu untuk diwaspadai, karena dia merupakan salah satu pemimpin yang membuktikan ucapannya. Jika, US memberlakukan tarif 100 persen pada negara anggota BRICS, tentu Indonesia akan terkena imbas dari kebijakan tersebut, tidak bisa dipungkiri ini juga akan menjadi tantangan bagi ekonomi Indonesia dalam jangka waktu pendek atau menengah. Hal ini juga akan menyebabkan penurunan tajam pada volume ekspor, terutama untuk produk-produk yang sangat bergantung pada pasar AS ” ungkap Zulfikar.

Tidak hanya itu, kekhawatiran ketergantungan yang semakin kuat pada China masih menghantui Indonesia. Menurut Yeta Purnama peneliti Celios, seharusnya Indonesia lebih gencar mendiverifikasi mitra secara bilateral untuk survive dari ketidakpastian ekonomi global di masa yang akan datang.

“Potensi kerja sama multilateral tentu akan menguntungkan tapi jika itu di circle yang sama, ketika ekonomi negara anggota yang mendominasi seperti China melemah maka akan rentan berdampak pada stabilitas ekonomi di dalam negeri,” tutur Yeta.

Dengan demikian, Celios memberikan catatan penting untuk Indonesia, bergabung dengan BRICS bisa dikatakan berisiko terutama jika terlalu fokus pada China.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *