Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Para Pemimpin Eropa Bersiasat Cairkan Aset Rusia Rp3.307 Triliun



loading…

Para pemimpin yang berasal dari Eropa Timur mendesak Uni Eropa (UE) agar mencairkan aset Rusia yang dibekukan senilai ratusan miliar dolar, ketika hubungan dengan AS memburuk. Foto/Dok

JAKARTA – Para pemimpin yang berasal dari Eropa Timur mendesak Uni Eropa (UE) agar mencairkan aset Rusia yang dibekukan senilai ratusan miliar dolar untuk mendanai perang Ukraina karena hubungan dengan AS memburuk.

Para pemimpin dari Polandia, Estonia, dan Finlandia dalam seminggu terakhir kompak menyuarakan agar UE melikuidasi cadangan bank sentral Rusia, yang bernilai antara USD200 miliar (setara Rp3.307 triliun dengan kurs Rp16.538 per USD) dan USD300 miliar.

Cadangan bank sentral Rusia yang berlokasi di Eropa -termasuk mata uang, emas, dan obligasi pemerintah- disita sebagai bagian dari perluasan sanksi Barat ketika Rusia meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina pada Februari 2022, lalu.

Sampai saat ini para pemimpin Eropa Timur masih mencoba mencari cara, di tengah pertanyaan seputar legalitas membuka aset yang telah dibekukan. Kecemasan atas konsekuensi dari mencairkan aset Rusia dan peluang alternatif bagi UE sebagai alat tawar-menawar dalam pembicaraan damai menjadi pertimbangan.

Pada Juli tahun lalu, negara-negara G7 menyetujui kesepakatan penting untuk menggunakan hasil atau keuntungan yang didapatkan dari aset Rusia yang dibekukan untuk mendanai upaya pertahanan Ukraina. Ditambah bisa membantu mendanai pinjaman mencapai 50 miliar euro ke negara itu, meski setelahnya kemajuan dari upaya tersebut seakan berhenti.

Para pemimpin Eropa menumpuk tekanan

Urgensi agar membuka jalan baru untuk mencari pendanaan telah dipercepat sejak pelantikan Donald Trump pada Januari, setelah presiden AS itu mengesampingkan Eropa dan Ukraina dalam awal pembicaraan damai dengan Rusia. Ia bahkan, memberikan konsesi verbal awal kepada Putin, yang menakut-nakuti Eropa.

Kemenangan mudah, sejauh ini yang menyangkut negara-negara Timur dan Baltik Uni Eropa, adalah melikuidasi aset cadangan bank sentral yang ditinggalkan Rusia.

Perdana Menteri Polandia, Donald Tusk dalam postingannya di X pekan lalu menuliskan: “Cukup berbicara, saatnya untuk bertindak! Mari kita biayai bantuan kita untuk Ukraina dari aset beku Rusia.”

Selanjutnya Perdana Menteri Ceko Petr Fiala mengikutinya dalam pidato yang disiarkan langsung melalui televisi, dengan mengatakan, “Untuk dukungan militer lebih lanjut terhadap Ukraina, kita harus menggunakan uang dari aset Rusia yang dibekukan dari seluruh Eropa,” katanya.

Ia juga menambahkan bahwa Trump telah “memutuskan untuk sepenuhnya mengubah” kebijakan luar negeri AS. “Kecepatan, dorongan, dan retorika tentu mengejutkan, tetapi pergeseran Amerika Serikat dari fokusnya pada Eropa seharusnya tidak mengejutkan kita,” kata Fiala.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *