Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Mengungkap Sisi Positif dan Tantangan Pengalihan Pengawasan Aset Kripto ke OJK dan BI



loading…

Legislator mengungkapkan, ada sisi positif ketika pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk kripto serta derivatif keuangan, beralih ke OJK dan BI dari Bappebti. Foto/Dok

JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR, Ahmad Najib Qodratullah mengungkapkan, ada sisi positif ketika pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk kripto serta derivatif keuangan, beralih ke Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) dan Bank Indonesia (BI) dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

“Pertama, efisiensi dan kompleksitas regulasi. Tujuan dibentuknya aturan di atas dalam rangka meningkatkan efisiensi sektor keuangan,” kata Najib, Kamis (9/1/2025).

Pengalihan tersebut diresmikan melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2024. Aturan ini ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada 31 Desember 2024 di Jakarta.

Kendati demikian Sekretaris Fraksi PAN DPR RI ini menyadari, dengan adanya PP tersebut bukan tidak mungkin dalam implementasinya akan mendapatkan tantangan, terutama dalam harmonisasi peraturan lintas lembaga (OJK, BI, dan Bappebti).

“Perlu effort yang besar dalam koordinasi kebijakan. Jangan sampai tumpang tindih. Perlu diantisipasi dengan cara mekanisme koordinasi yang jelas, kesepahaman, dan pembentukan standar regulasi terpadu,” ujarnya.

Hal positif kedua dengan adanya aturan tersebut, kata Najib, dampak terhadap industri keuangan digital dan kripto
serta peralihan kewenangan ini akan memberikan sinyal positif dalam pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital. Meski demikian, Najib juga mewanti-wanti ada hal yang perlu diantisipasi.

“(Misal) peningkatan biaya operasional perusahaan terutama start up fintech. Peningkatan biaya operasional diharapkan tidak menjadi hambatan bagi para inovator,” katanya.

Ketiga, kata Najib, risiko sistemik dan perlindungan konsumen pengawasan terpadu dalam rangka memperkuat stabilitas sistem keuangan BI dan OJK. “Bisa diantisipasi melalui kebijakan yang seirama untuk memastikan perlindungan konsumen bisa optimal sebagai upaya transparansi mekanisme perdagangan dan peningkatan literasi.”

Terakhir, dia mengatakan, bahwa konsultasi terkait dengan aturan tersebut dengan Komisi XI DPR RI adalah amanat undang-undang. “Konsultasi dengan Komisi XI merupakan amanat UU lebih lanjut. Komisi XI bisa memfasilitasi pelaku industri dan regulator terkait,” pungkas Najib.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *