Mengenal Teori U dalam Menghadapi Ketidakpastian di Era Industri 4.0



loading…

Pencetus Teori U yang juga merupakan dosen senior di Massachusetts Institute of Technology, Otoo Scharmer. FOTO/dok.SINDOnews

JAKARTA – Di era yang penuh ketidakpastian, masyarakat membutuhkan pendekatan baru untuk mengatasi tantangan kompleks. Teori U sebuah metode yang mengajak masyarakat melihat masalah dari perspektif yang lebih dalam dan menawarkan solusi yang komprehensif.

Pada acara peluncuran buku Intisari Teori U yang diselenggarakan oleh Yayasan Upaya Indonesia Damai atau dikenal United In Diversity Foundation (UID) di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), para peserta diajak untuk mendalami lebih jauh tentang potensi transformatif Teori U.

Gubernur Lemhannas, Ace Hasan Syadzily, mengapresiasi peran UID dalam mempersiapkan kepemimpinan nasional menghadapi era revolusi industri 4.0 melalui pendekatan Teori U.

“Teori U sangat relevan dalam menghadapi tantangan global saat ini karena menekankan pentingnya membuka hati dan pikiran untuk beradaptasi di tengah perubahan cepat, serta mendorong kepemimpinan inovatif dan kolaboratif guna mencapai tujuan bersama,” ujar Ace, ditulis Minggu (1/12/2024).

Senada dengan Ace, Presiden UID, Tantowi Yahya, juga menyampaikan apresiasinya atas penyelenggaraan acara ini.

“Teori U telah lama menjadi landasan program-program UID. Kami mendorong kesadaran diri mendalam dan transformasi kolektif untuk mengatasi akar tantangan. Saya berharap acara ini dapat menginspirasi dan menjadi katalis dalam perjalanan kita bersama menuju masa depan yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan,” tambahnya.

Sementara itu, pencetus Teori U yang juga merupakan dosen senior di Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan co-founder Presencing Institute, Otoo Scharmer, memaparkan tiga transformasi kunci dalam pendekatan Teori U.

Pertama, dari berpikir silo ke berpikir sistemik dengan menghubungkan upaya-upaya terpisah menjadi pendekatan yang lebih sistemik. Kedua, dari ‘saya’ ke ‘kita’ dengan membangun kesadaran kolektif untuk bertindak sebagai bagian dari komunitas yang lebih besar. Ketiga, dari reaktif ke ko-kreatif dengan beralih dari sekadar merespons masalah menjadi menciptakan solusi secara kolaboratif.

Otto menekankan untuk mencapai tujuan seperti penyembuhan sosial dan regenerasi, diperlukan penumbuhan tanah atau ladang sosial yang subur, yakni kualitas hubungan yang mendalam dan bermakna. Ia juga menyoroti pentingnya infrastruktur pembelajaran dan kepemimpinan dengan menyelaraskan perhatian (attention), niat (intention), dan keberdayaan (agency) baik secara individu maupun kolektif.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *