Lewat AZEC, Indonesia akan Percepat Transisi Energi Sekaligus Dorong Pertumbuhan Ekonomi



loading…

JAKARTA – Krisis iklim telah menjadi tantangan global yang membutuhkan respons nyata dari seluruh negara untuk mengatasinya. World Meteorological Organization (WMO) telah mengonfirmasi bahwa 2023 adalah tahun terpanas yang pernah tercatat dalam sejarah dengan suhu rata-rata global mencapai 1,45°C di atas tingkat sebelum revolusi industri. Sejalan dengan hal tersebut, kolaborasi antar negara perlu dikedepankan dalam mencari solusi.

Oleh karena itu, Asia Zero Emission Center, yang merupakan hasil inisiatif bersama dari negara-negara mitra Asia Zero Emission Community (AZEC), telah diresmikan di sela-sela Pertemuan Tingkat Menteri AZEC ke-2 di Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto dalam sambutannya menyampaikan bahwa pendirian Asia Zero Emission Center berangkat dari semangat kolaborasi seluruh pihak dan juga merupakan tindak lanjut atas AZEC Leaders Joint Statement yang disepakati pada Desember 2023 lalu di Tokyo, Jepang.

”Pendirian Asia Zero Emission Center akan menandai tonggak sejarah yang signifikan karena kita secara kolektif berupaya untuk mencapai masa depan yang lebih berkelanjutan. Kami menyadari bahwa perubahan iklim merupakan kenyataan yang mendesak, yang menuntut tindakan cepat dan tegas dari semua negara,” tutur Menko Airlangga.

Dia menambahkan, pembentukan AZEC ini bertujuan untuk mencapai netralitas karbon yang disesuaikan dengan keadaan tiap negara.

“Pembentukan AZEC bertujuan mencapai netralitas karbon melalui transisi energi praktis yang disesuaikan dengan keadaan unik masing-masing negara. Kami mendorong kerja sama berdasarkan konsep ‘satu tujuan, berbagai jalur’ dengan mengakui beragamnya struktur industri, konteks sosial, geografi, dan tahapan pembangunan di antara negara-negara mitra,” ujarnya.

Nantinya, lembaga ini akan berperan sebagai tempat bertukar informasi, pengkajian kebijakan dan proyek, serta membantu negara-negara AZEC dalam mengembangkan visi, peta jalan, serta kebijakan transisi energi.

Dengan menggabungkan peran pemerintah, pemimpin industri, dan para ahli, AZEC akan menjadi pusat pengetahuan dan inovasi dari berbagai pemangku kepentingan.

Kawasan ASEAN sendiri diproyeksikan akan tetap menjadi mesin pertumbuhan ekonomi global dengan kebutuhan energi yang terus tumbuh, di mana pada 2019 permintaan energi akhir di ASEAN mencapai 448 juta ton dan 47 persen dari suplai energi tersebut berasal dari minyak bumi.

Sementara pada 2050, di bawah skenario bisnis seperti biasa, kontribusi minyak bumi diperkirakan akan mencapai sekitar 32 persen dari total pasokan energi primer, diikuti oleh batu bara sebesar 29 persen.

Hal tersebut dapat diantisipasi dengan diimplementasikannya proyek-proyek transisi energi rendah karbon yang diproyeksikan dapat mengurangi penggunaan bahan bakar berbasis fosil secara drastis hingga 21,6 persen pada konsumsi energi final di 2050.

“Untuk membantu mewujudkan hal itu, AZEC sebagai platform kolaboratif yang berperan signifikan untuk mempercepat proses transisi energi di Indonesia sembari mendorong pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan ketahanan energi, dengan memfasilitasi investasi swasta pada proyek-proyek transisi energi rendah karbon,” kata Menko Airlangga.

Dalam penutupnya, Menko Airlangga menyampaikan apresiasi kepada seluruh mitra dan pemangku kepentingan atas dedikasi dan kontribusi dalam merealisasikan pembentukan Asia Zero Emission Center. Melalui kerja sama seluruh pihak, masa depan Asia serta dunia yang berkelanjutan dan berketahanan iklim akan dapat diraih.

(skr)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *