Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Ledakan Gagal Bayar Utang Menguji Jaring Pengaman IMF dan Bank Dunia



loading…

Krisis likuiditas sedang terjadi di seluruh negara berkembang, meningkatkan tekanan pada lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia yang didukung AS untuk membantu negara-negara miskin. Foto/Dok

WASHINGTON – Krisis likuiditas sedang terjadi di seluruh negara berkembang, meningkatkan tekanan pada lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia yang didukung AS untuk membantu negara-negara miskin memenuhi pembayaran utang yang meningkat dan mendorong investasi yang sangat dibutuhkan.

Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia yang berbasis di Washington pada akhir Oktober lalu meluncurkan pendekatan tiga pilaruntuk membantu negara-negara menangani tembok utang jatuh tempo selama tiga tahun ke depan.

Negara-negara termiskin di dunia harus membayar utang luar negeri mereka lebih dari USD290 miliar pada beberapa tahun mendatang dan miliaran lebih banyak lagi kepada pemberi pinjaman domestik, menurut data Bank Dunia.

Ada kekhawatiran yang berkembang bahwa tanpa pembiayaan jangka pendek dan perbaikan jangka panjang, situasinya berisiko menjadi gelombang gagal bayar. Dimana bisa melumpuhkan pemerintah, menghantam warganya dan memberikan kerugian bagi investor asing.

Analis di S&P Global Ratings mengatakan, bulan ini utang dan biaya pinjaman yang lebih tinggi akan menyebabkan peningkatan gagal bayar selama dekade berikutnya dibandingkan dengan tahun-tahun terakhir.

Krisis likuiditas berarti bahwa pemerintah membelanjakan lebih banyak uang untuk membayar utang, membatasi apa yang dapat mereka investasikan dalam infrastruktur, pendidikan dan kesehatan, serta adaptasi perubahan iklim.

Negara-negara termiskin di dunia tahun ini menghabiskan rata-rata 50% dari pendapatan mereka untuk membayar utang USD185 miliar kepada kreditur domestik dan asing, menurut data Bank Dunia.

Proposal bersama IMF-Bank Dunia menyerukan secara luas terhadap negara-negara rentan untuk meningkatkan pendapatan pemerintah dan meningkatkan belanja publik; kreditur bilateral untuk menyediakan lebih banyak pendanaan konsesi; dan bagi pemberi pinjaman multilateral menyiapkan langkah-langkah baru seperti jaminan kredit untuk membantu menurunkan biaya pinjaman dan meringankan beban utang.

Namun rencana tersebut dikritik oleh AS – pemegang saham terbesar IMF dan Bank Dunia. Sementara pemerintahan Biden telah menyambut baik keterlibatan lembaga-lembaga tersebut dalam menghadapi masalah likuiditas.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *