loading…
Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (Aparsi) menolak larangan terkait penjualan rokok dengan zonasi 200 meter. FOTO/dok.SINDOnews
Ketua Umum Aparsi, Suhendro, menjelaskan aturan larangan penjualan rokok dengan zonasi 200 meter ini mengkhawatirkan. Ia menegaskan bahwa rencana larangan penjualan rokok dengan zonasi 200 meter itu tidak berpihak pada rakyat kecil.
“Aturan ini menimbulkan perdebatan yang makin meresahkan nasib para pedagang pasar ke depannya. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan apakah aturan ini ingin menekan jumlah konsumsi perokok atau justru menekan pendapatan para pedagang pasar?” ujar dia, Kamis (4/7/2024).
Selain itu, aturan tersebut berpotensi menggerus pendapatan anggota Aparsi, yaitu sekitar 9 juta pedagang pasar yang berada di 9.000 pasar yang tersebar di seluruh Indonesia. Padahal, saat ini para pedagang pasar tengah mengalami tekanan akibat harga sembako yang tak kunjung stabil. Maka, aturan baru ini dapat dipastikan akan menambah beban pedagang hingga dapat mengancam keberlangsungan usaha mereka.
“Aturan ini bisa berdampak pada sekitar 9 juta pedagang pasar di seluruh Indonesia. Banyak di antara mereka yang berjualan rokok dan menggantungkan pendapatannya pada rokok. Usaha mereka yang akan jadi taruhannya,” jelasnya.
Selaku Ketua Umum Aparsi, Suhendro memohon kepada pemerintah khususnya presiden untuk mengeluarkan aturan tembakau dari RPP Kesehatan atau menunda pengesahan RPP Kesehatan apabila pasal aturan larangan penjualan rokok dengan zonasi 200 meter tetap berada di dalamnya. Suhendro menegaskan pentingnya partisipasi dari seluruh pihak yang terkait agar aturan tembakau di RPP Kesehatan tidak menimbulkan pro dan kontra nantinya.
“Kami meminta pemerintah agar menimbang kembali dampak yang akan dirasakan oleh para pedagang pasar apabila aturan ini disahkan. Kehidupan pasar rakyat semestinya dilindungi oleh pemerintah, bukan malah dirugikan,” tegasnya.
Aparsi siap mendukung upaya Pemerintah dalam mencegah prevalensi perokok anak melalui peningkatan edukasi dan sosialisasi bahaya merokok pada anak kepada masyarakat luas sehingga pemahaman terkait hal ini semakin baik.
“Kami yakin bahwa edukasi merupakan kunci peningkatan pemahaman bahaya merokok pada anak. Berbagai upaya edukasi bisa dioptimalkan termasuk melalui kolaborasi dengan kami pelaku yang berhadapan langsung dengan konsumen di lapangan,” kata dia.
Aparsi melihat regulasi yang berlaku saat ini sudah menjadi jalan tengah yang baik dimana batas umur pembelian rokok hanya bisa dilakukan oleh konsumen berumur 18 tahun keatas tanpa harus menghambat usaha masyarakat yang juga tengah berjuang mendorong gerakan ekonomi kerakyatan melalui perdagangan di pasar tradisional.
(nng)