loading…
Persetujuan POD Lapangan Pertama Geng North WK North Ganal dan Lapangan Gehem WK Ganal dan WK Rapak mendorong investasi hingga Rp280 triliun masuk ke Indonesia. FOTO/Ilustrasi
“Sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) Hulu Migas, maka persetujuan POD Lapangan Pertama Geng North WK North Ganal dan Lapangan Gehem WK Ganal dan WK Rapak menjadi kado terbaik pada perayaan HUT ke-79 Republik Indonesia,” ujar Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi D Suryodipuro, baru-baru ini.
Pengembangan lapangan ini menurutnya akan menjadi milestone penting bagi industri hulu migas dalam memantapkan perannya sebagai kontributor utama dalam mendukung pencapaian ketahanan energi Indonesia. Hudi menambahkan, persetujuan POD pada proyek PSN Hulu Migas tersebut terhitung cepat karena sejak penemuan cadangan di Geng North pada Oktober 2023, hanya dalam waktu 10 bulan POD-nya sudah disetujui.
“Ini adalah salah satu upaya untuk meningkatkan produksi migas dan implementasi salah satu strategi yaitu mengonversi sumber daya ke produksi,” tegas Hudi.
Pemerintah berharap persetujuan POD Lapangan Pertama Geng North WK North Ganal dan Lapangan Gehem WK Ganal dan WK Rapak ini semakin meningkatkan gairah investasi di sektor hulu migas. Hudi menuturkan, dengan persetujuan POD ini, maka akan ada investasi raksasa yang masuk ke Indonesia.
Diperkirakan, biaya investasi (di luar sunk cost) sebesar USD11.847 juta dan biaya operasi (termasuk biaya ASR, PPN dan PBB) sebesar USD5.643 juta. Sehingga, total keseluruhan investasi untuk pengembangan lapangan ini mencapai USD17.490 juta atau sekitar Rp280 triliun (kurs Rp16.000 per USD). Adapun untuk total sunk cost WK North Ganal dan WK Rapak ditetapkan sebesar USD859 juta. “Investasi Rp280 triliun tentu sangat besar karena 2,5 kali lebih besar daripada investasi kereta cepat Jakarta-Bandung yang sekitar Rp112 triliun,” cetusnya.
Sementara itu, potensi pendapatan secara keseluruhan (gross revenue) dari lapangan ini diperkirakan mencapai sekitar USD39.457 juta atau setara dengan Rp631 triliun. Dari pendapatan tersebut, alokasi bagian Pemerintah sebesar USD12.993 juta atau setara dengan Rp208 triliun atau sekitar 31,5% dari gross revenue. Adapun bagian kontraktor adalah USD8.128 juta atau sekitar 19,7% dari gross revenue, dan biaya cost recovery sebesar USD18.336 juta atau sekitar 44,4%.
“SKK Migas akan melakukan pengawasan dan kontrol semaksimal mungkin agar cost recovery bisa lebih efisien, sehingga penerimaan negara dapat didorong lebih besar lagi,” kata Hudi.
Terkait dukungan bagi pemenuhan kebutuhan energi untuk domestik, produksi dari lapangan ini diharapkan dapat mendorong tumbuhnya industri dalam negeri yang membutuhkan gas, khususnya di kawasan Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Dengan begitu, nilai tambah yang diperoleh negara pun akan semakin besar.
Hudi, multiplier effect yang dihasilkan pun luas, mengingat tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang tinggi rata-rata sekitar 58%. “Kami berharap industri dalam negeri dapat menyiapkan diri dengan meningkatkan kapasitas produksinya, sehingga saat proyek ini sudah berjalan maka pabrikan dalam negeri dapat memasok barang/jasa secara optimal,” tandasnya.
(fjo)