Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Kebijakan Tepat atau Abai pada Rakyat?



loading…

Mobil yang dikendarai presiden menjadi salah satu iring-iringan kendaraan yang mendapatkan keistimewaan ketika sedang melintas di jalanan. FOTO/Shutterstock

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Sekretaris Negara (Kemensesneg) dan DPR Komisi XIII telah sepakat untuk menambah anggaran fasilitas bagi mantan presiden dan wakil presiden. Namun demikian, kesepakatan tersebut ditanggapi secara kritis mengingat kondisi perekonomian Indonesia yang masih jauh dari optimal.

Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio tidak setuju apabila wacana penambahan fasilitas kepada mantan kepala negara direalisasikan. Baginya, fasilitas bagi mantan presiden dan wapres sudah lebih dari cukup.

“Tidak setuju, yang sekarang sudah berlebih. Lebih baik anggara itu untuk ciptakan lapangan pekerjaan. Ekonomi sedang tidak baik, seharusnya urus rakyat bukan (mantan) presiden,” ujar Agus saat dihubungi SINDOnews, Selasa (26/11/2024).

Hal senada juga disampaikan oleh Manajer Penelitian dan Pengetahuan lembaga penelitian dan advokasi kebijakan, The PRAKARSA, Eka Afrina Djamhari. Eka menilai pembahasan wacana penambahan fasilitas mantan Presiden dan Wapres tersebut kurang tepat bahkan, mengingat kondisi perekonomian yang sulit tengah dihadapi masyarakat saat ini.

“Belum lagi tunjangan yang diatur untuk presiden sebetulnya sudah sangat mewah, sedangkan di sisi lain saat ini jaminan pensiun bagi pekerja kelas bawah terutama yang informal belum tersedia,” jelas Eka melalui pesan singkat kepada MPI.

Eka menambahkan, sebaiknya pemerintah dan DPR lebih berfokus pada anggaran kebijakan yang lebih berpihak kepada rakyat.

“Pembahasan kebijakan diprioritaskan untuk pemberian jaminan pensiun bagi masyarakat apalagi pekerja sektor informal di Indonesia menghadapi kesulitan dalam mendapatkan perlindungan pensiun,” tutur Eka.

Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyebut telah sepakat dengan Komisi XIII DPR bakal menindaklanjuti penambahan fasilitas bagi mantan Presiden dan Wakil Presiden (Wapres).

“Jadi tadi menjadi kesepakatan kita bersama antara Setneg dan Komisi XIII untuk tindak lanjuti coba kita memikirkan untuk memberikan penghargaan yang dirasa lebih layaklah,” kata Prasetyo, Sabtu (16/11/2024).

Prasetyo menjelaskan, pemberian tambahan fasilitas bagi mantan presiden dan wapres bukan dinilai kurang. Namun, penambahan fasilitas sebagai bentuk apresiasi kepada para mantan presiden dan wapres karena sudah mendarmabaktikan hidupnya untuk negara.

(nng)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *