Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Kebijakan Tata Kelola LPG 3 Kg Langkah Strategis Kurangi Beban Subsidi



loading…

Kebijakan tata kelola subsidi LPG 3 kg sebagai langkah strategis yang diambil oleh pemerintah. FOTO/dok.SINDOnews

JAKARTA – Peneliti The Reform Initiative (TRI) sekaligus dosen Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, Unggul Heriqbaldi, menilai kebijakan tata kelola subsidi Liquified Petroleum Gas ( LPG ) 3 kilogram (kg) sebagai langkah strategis yang diambil oleh pemerintah. Kebijakan tata kelola yang dimaksud adalah mengubah status pengecer menjadi sub pangkalan yang bisa dipantau oleh negara.

“Penataan distribusi LPG bersubsidi oleh pemerintah merupakan langkah strategis mengingat beban fiskal subsidi energi yang terus meningkat,” ujar Unggul dalam pernyataannya, dikutip pada Jumat (21/2/2025).

Kendati demikian, Unggul memperingatkan bahwa penyesuaian harga dan perbaikan sistem distribusi gas melon tersebut harus dirancang dengan cermat. Kata dia, upaya reformasi di kedua area ini butuh perencanaan yang matang dan implementasi yang terukur agar dampaknya tetap terkendali secara ekonomi dan sosial.

“Pemerintah harus memastikan bahwa mekanisme penyesuaian tidak menimbulkan gejolak yang dapat memperburuk daya beli masyarakat rentan. Oleh karena itu, proses delivery kebijakan ini harus dilakukan secara bertahap, transparan, dan dengan strategi mitigasi yang jelas agar tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan benar-benar tercapai,” katanya.

Di sisi lain, lanjut Unggul, kendati subsidi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, efektivitasnya dalam mengurangi kemiskinan masih perlu diteliti lebih jauh. Pasalnya, kata Unggul mengutip data Estimasi World Bank (2022), setiap 1 persen PDB yang dialokasikan untuk subsidi bahan bakar hanya mampu menurunkan kemiskinan sebesar 1,2 persen.

“Ini jauh lebih rendah dibandingkan bantuan langsung yang dapat mengurangi kemiskinan hingga 6,4 persen. Oleh karena itu, memastikan ketepatan sasaran menjadi kunci agar anggaran subsidi benar-benar memberikan dampak signifikan terhadap kelompok masyarakat yang paling membutuhkan,” katanya.

Sebelumnya, pemerintah sedang merancang aturan agar status para pengecer bisa diubah menjadi pangkalan agar masyarakat bisa mendapatkan harga yang sesuai saat membeli langsung di pangkalan. Kebijakan tersebut kemudian disempurnakan kembali dengan mengubah status pengecer menjadi sub pangkalan.

(nng)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *