Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Harga Gas Melonjak Tajam, Pelanggan Non-PGBT Teriak



loading…

Pelanggan non-PGBT mengklaim menjadi pihak yang paling dirugikan akibat kenaikan harga gas saat ini. FOTO/Ilustrasi

JAKARTA – Pelanggan gas dari sektor industri dan komersial non-PGBT (Pengguna Gas Bumi Tertentu) dikejutkan oleh lonjakan harga gas yang signifikan. Harga gas yang sebelumnya berada di angka USD10,2 per MMBtu pada awal 2024 kini telah naik menjadi USD14,27 per MMBtu dan akan kembali meningkat menjadi USD16,89 per MMBtu pada April 2025.

Kenaikan drastis ini diduga terjadi akibat ketimpangan kebijakan energi. Pemerintah dinilai memprioritaskan pasokan gas untuk pelanggan PGBT, sementara pelanggan non-PGBT terpaksa mengandalkan pasokan gas alam cair (LNG) yang lebih mahal. Situasi semakin memburuk dengan turunnya produksi gas dalam negeri sekitar 15 persen dari Blok Koridor yang dikelola Medco sejak kuartal I-2024.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemasok Energi Mineral & Batubara Indonesia (Aspebindo) I Made Nugraha Jaya Wardana menegaskan, kebijakan ini tidak adil. Menurutnya, pelanggan non-PGBT bukan penyebab kelangkaan gas, tetapi justru menjadi pihak yang paling dirugikan akibat kenaikan harga.

“Situasi ini tidak adil. Pelanggan non-PGBT bukan penyebab kelangkaan gas, tetapi justru harus menanggung seluruh beban kenaikan harga. Kami mendesak pemerintah untuk segera bertindak mengatasi kekurangan pasokan gas dalam negeri,” ujar I Made Nugraha dalam keterangan resmi, Sabtu (29/3/2025).

Dia menambahkan, lonjakan harga gas tersebut berpotensi memberikan dampak serius bagi industri, terutama sektor tekstil dan makanan, yang terancam mengalami kenaikan biaya produksi hingga 30 persen. Jika tidak ada solusi, tegas dia, kenaikan ini bisa memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal serta melemahkan daya saing ekspor Indonesia di pasar global.

Terkait dengan itu, Aspebindo pun meminta pemerintah untuk mengalihkan sebagian ekspor gas pipa ke Singapura demi memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dengan demikian, pasokan gas bisa lebih stabil, biaya energi terkendali, dan industri tetap bisa beroperasi dengan baik.

Aspebindo juga meminta kebijakan energi nasional yang lebih adil, di mana pasokan gas dalam negeri harus diprioritaskan bagi industri sebelum dialokasikan untuk ekspor. “Jika pasokan gas tetap langka dan harga terus naik, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan tenaga kerja di Indonesia bisa terancam,” tegasnya.

(fjo)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *