Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Fundamental Kuat, Saham Sektor Perbankan Dinilai Masih Prospektif



loading…

Saham-saham sektor perbankan dinilai masih tetap prospektif di tengah gejolak bursa saat ini. FOTO/Ilustrasi

JAKARTAInvestor asing tampaknya masih belum nyaman menempatkan duit investasinya di Bursa Efek Indonesia ( BEI ) untuk jangka panjang. Sepanjang pekan ini, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG mengalami tren penurunan, dan bahkan pada perdagangan Kamis (6/2) IHSG terkoreksi dalam sebesar 2,12% dan ditutup di level 6.875.

Berdasarkan data BEI, hingga kemarin, asing masih keluar dari pasar saham Indonesia dengan mencatatkan transaksi net sell Rp2,34 triliun. Aksi jual itu membuat asing mengakumulasi penjualan bersih saham month to date Rp3,29 triliun di Bursa Efek Indonesia (BI) dan secara year to date mencatatkan net sell Rp7 triliun.

Sejumlah pihak menilai, penurunan IHSG tersebut merupakan respons pasar atas kekhawatiran prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia, pascapengumuman pertumbuhan 2024 yang hanya mencapai 5,03%. Pertumbuhan tersebut lebih rendah dari realisasi 2023 yang sebesar 5,05% dan jauh di bawah capaian tahun 2022 sebesar 5,31%. Faktor lain yang membuat asing melakukan aksi jual jumbo di pasar modal adalah adanya deflasi sebesar 0,76% pada Januari 2025, serta kinerja 2024, sejumlah emiten besar terutama di sektor perbankan yang dinilai di bawah ekspektasi pasar.

Merespons hal itu, analis pasar modal dari PT Rumah Para Pedagang, Kiswoyo Adi Joe menilai saham perbankan, khususnya saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), masih memiliki potensi pertumbuhan yang cukup besar. Meskipun perekonomian global diwarnai perang dagang, Kiswoyo menilai perekonomian domestik dinilai mampu bertahan, seiring kebijakan penghematan anggaran belanja kementrian, dalam mendukung pembangunan.

“Saya perkirakan, manajemen Bank Mandiri tahun ini dapat lebih leluasa dalam menyalurkan kredit ke sektor yang prospektif dengan tingkat profitabilitas tinggi. Hal itu dapat mendorong peningkatan margin bunga bersih dan pendapatan bunga, serta laba yang lebih baik,” paparnya melalui keterangan tertulis, Jumat (7/2/2025).

Kiswoyo menilai, Bank Mandiritelah teruji mampu mencatat kinerja positif setiap tahun. Selama 10 tahun pemerintahan sebelumnya, Bank Mandiri secara konsisten meraih pertumbuhan laba dengan tetap menjaga tingkat kredit bermasalah jauh di bawah batas ketentuan regulator. “Padahal, selama 10 tahun kemarin, perekonomian Indonesia diwarnai tekanan global dan domestik yang tak kalah berat,” imbuhnya.

Tahun lalu, realisasi kredit Bank Mandiri secara konsolidasi mencapai Rp1.670,55 triliun, naik 19,5% secara year on year (YoY). Kredit wholesale yang menjadi core business perseroan terus menjadi pendorong utama penyaluran kredit. Begitupula, kualitas kredit Bank Mandiri sangat baik, tercermin dari rasio kredit bermasalah di level 0,97%, turun 5 basis poin (bps) dari tahun sebelumnya.

Dari sisi pendapatan non-bunga, Bank Mandiri juga berhasil meraih Rp 42,32 triliun, atau tumbuh 4,12% secara konsolidasi (yoy). Bank Mandiri mencatatkan laba bersih konsolidasi sebesar Rp55,8 triliun, naik 1,31% secara tahunan. Pencapaian ini menurutnya mencerminkan efektivitas strategi ekspansi berbasis digital, peningkatan efisiensi operasional, serta diversifikasi sumber pendapatan yang semakin kokoh.

Untuk mendukung ekspansi kredit tahun ini, Kiswoyo melihat pentingnya BMRI memperhatikan likuiditas. Sehingga, rasio penyaluran kredit berbanding simpanan alias loan to deposit ratio (LDR) BMRI dapat terjaga di level optimal. “Saya perkirakan saham sektor perbankan, masih akan terus meningkat. Terutama saham BMRI masih ada potensi bertumbuh hingga Rp7.200 per saham sampai akhir 2025,” tutupnya.

(fjo)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *