Dolar AS Tetap Eksis, Ini Bukti Dedolarisasi BRICS Jalan di Tempat



loading…

Dolar Amerika Serikat (AS) tetap menjadi mata uang cadangan utama dunia. FOTO/iStock

JAKARTA – Dolar Amerika Serikat (AS) tetap menjadi mata uang cadangan utama dunia. Laporan baru Atlantic Council’s GeoEconomics Center mengungkapkan euro maupun negara-negara BRICS belum bisa mengurangi ketergantungan dunia terhadap dolar AS.

Kelompok ‘Dollar Dominance Monitor’ mengatakan bahwa dolar terus mendominasi kepemilikan cadangan devisa, faktur perdagangan dan transaksi mata uang secara global dan perannya sebagai mata uang cadangan global utama aman dalam jangka pendek maupun menengah.

Peran besar dolar AS untuk ekonomi dunia telah diperkuat baru-baru ini karena ekonomi AS yang kuat, kebijakan moneter yang lebih ketat, dan risiko geopolitik yang meningkat. Bahkan ketika fragmentasi ekonomi telah memperkuat dorongan oleh negara-negara BRICS untuk beralih ke mata uang internasional dan mata uang cadangan lainnya.

Atlantic Council melaporkan, sanksi-sanksi Barat terhadap Rusia yang diberlakukan oleh G7 setelah invasi Moskow ke Ukraina telah mempercepat upaya-upaya negara-negara BRICS untuk mengembangkan sebuah serikat mata uang. Namun, kelompok ini belum mampu membuat kemajuan dalam upaya-upaya dedolarisasi.

BRICS adalah sebuah organisasi yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab (UEA). Dewan tersebut mengatakan bahwa Sistem Pembayaran Antar Bank Lintas Batas (CIPS) China menambahkan 62 peserta langsung dalam 12 bulan hingga Mei 2024, meningkat 78%, sehingga totalnya menjadi 142 peserta langsung dan 1.394 peserta tidak langsung.

Negosiasi seputar sistem pembayaran intra-BRICS masih dalam tahap awal, tetapi perjanjian bilateral dan multilateral dalam kelompok ini dapat membentuk dasar untuk platform pertukaran mata uang dari waktu ke waktu. Namun, perjanjian-perjanjian ini tidak mudah diukur karena dinegosiasikan secara individual.

Laporan tersebut mencatat bahwa China telah secara aktif mendukung likuiditas renminbi melalui jalur swap dengan mitra dagangnya, tetapi pangsa renminbi dalam cadangan mata uang asing global turun menjadi 2,3% dari puncaknya 2,8% pada 2022.

“Ini mungkin karena kekhawatiran para manajer cadangan tentang ekonomi China, posisi Beijing dalam perang Rusia-Ukraina, dan potensi invasi China ke Taiwan yang berkontribusi pada persepsi renminbi sebagai mata uang cadangan yang berisiko secara geopolitik,” kata laporan itu dikutip dari Reuters, Senin (25/6/2024).

(nng)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *