loading…
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo blak-blakan seputar situasi dan kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang tengah mengalami badai PHK. Foto/Dok
Penurunan tren peserta BPJS Ketenagakerjaan tersebut ditengarai karena adanya PHK massal secara bertahap di industri tersebut. Ia menyebutkan saat ini total karyawan industri garmen dan pakaian jadi yang masih bertahan menjadi peserta BPJS yakni 559.469 orang.
“Sektor industri garmen dan pakaian jadi itu tren penurunan kepesertaan yakni sekitar 4,27%, atau sekitar 24.996 orang yang tidak lagi menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan,” jelas Anggoro dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IX DPR RI, Selasa (2/7/2024).
Anggoro melanjutkan, industri TPT di sektor tekstil juga mengalami penurunan tren kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Dia menyebutkan, total penurunan peserta sektor ini yakni 6.17% dalam rentan waktu yang sama dengan garmen dan pakaian jadi.
“Jadi total penurunan kepesertaan di industri tekstil yaitu 21.005 orang dengan menyisakan 319.325 orang yang masih menjadi peserta aktif BPJS,” katanya.
Lebih lanjut, Anggoro mengatakan, total sebaran karyawan industri TPT tersebut 82% berada di pulau Jawa. Hal ini dilihat kembali berdasarkan data total kepesertaan aktif yang sampai saat ini masih aktif bekerja di industri TPT ditambah perusahaan alas kaki.
“Total peserta saat ini yakni 1,5 Juta se-Indonesia, dengan 82% nya berada di Pulau Jawa,” tutur Anggoro.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Juni 2024 mencapai 52,50. Kegiatan usaha secara umum meningkat 1%.
Namun data tersebut menimbulkan pertanyaan, karena seperti diketahui akhir-akhir ini banyak terjadi PHK yang terjadi sektor industri utamanya tekstil.
Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif menjelaskan, perbedaan optimisme IKI dengan keadaan di lapangan. Menurutnya, jika IKI dihitung dari bidang makro bukan mikro.
“Soal optimisme di IKI naik, tapi di lapangan berbeda. Saya sampaikan memang kalau dari IKI kan makro, semua sub sektor”, jelas Febri, di Kementerian Perindustrian, Kamis (27/6/2024).
(akr)