loading…
Michael dan Robert Hartono miliarder terkaya di Indonesia selama lebih dari satu dekade. FOTO/Ist
Keluarga ini merupakan keluarga terkaya ke-17 di dunia dan salah satu dari dua keluarga dari Asia Tenggara yang masuk dalam daftar 25 keluarga terkaya versi Bloomberg minggu lalu. Menurut majalah Forbes, Michael (85) dan Robert (83) juga merupakan miliarder terkaya di Indonesia selama lebih dari satu dekade.
Melansir dari eVnExpress, kekayaan mereka meningkat sebesar USD2,3 miliar tahun ini, berkat kenaikan saham Bank Central Asia (BCA), di mana mereka adalah pemegang saham terbesar. BCA menghasilkan pendapatan Rp99,7 triliun atau USD6,5 miliar tahun lalu dan melaporkan pertumbuhan kredit yang mengesankan selama sembilan bulan yang berakhir pada bulan September.
Meskipun BCA saat ini merupakan sumber utama kekayaan mereka, kekayaan keluarga Hartono berawal dari perusahaan rokok kretek milik almarhum ayah mereka, Oei Wie Gwan, yaitu Djarum. Mengutip dari laman resmi Djarum, Oei mendirikan pabrik kretek pertama Djarum di Jawa Tengah pada 1951, sembilan bulan setelah mengakuisisi merek tersebut.
Djarum, yang diambil dari nama jarum gramofon dimulai sebagai operasi sederhana dengan hanya 10 pekerja karena proses produksinya yang sederhana dan membutuhkan peralatan yang minimal. Oei melinting kretek sendiri di lantai bengkel ketika ia tidak sedang berpromosi dan menjual produk Djarum di jalanan.
Kedua bersaudara ini mengambil alih bisnis tersebut setelah ayah mereka meninggal dunia pada 1963. Meskipun pasar lokal untuk kretek, produk yang populer di kalangan pekerja berpenghasilan rendah di Indonesia, sangat luas, kedua bersaudara ini memilih untuk mengekspor produk mereka ke peritel rokok di seluruh dunia, dengan pasar utama termasuk Inggris dan Australia, demikian dilaporkan The Business Times.
Kekayaan duo ini membengkak selama bertahun-tahun ketika Djarum melakukan diversifikasi ke berbagai sektor, termasuk elektronik, perbankan, dan real estat. Pada 1975, mereka mendirikan Polytron, sebuah merek yang sangat populer di Indonesia yang dikenal sebagai merek elektronik konsumen.
Ketika krisis keuangan Asia berdampak besar pada Indonesia pada tahun 1997-1998, kedua bersaudara ini dengan cepat bertindak untuk memperluas investasi mereka, bergabung dengan sebuah konsorsium yang membeli BCA. Mereka menghabiskan Rp5,3 triliun untuk mengakuisisi saham mayoritas sebesar 51% di bank tersebut.
Baca Juga: 9,8 Juta Kelas Menengah Turun Kasta, Ekonomi dalam Bahaya