loading…
5 kebijakan baru pemerintah di 2025 terancam membuat banyak kelas menengah jatuh miskin. Foto/Dok
Pemerintah telah merancang berbagai kebijakan baru yang akan mulai diberlakukan, dari kenaikan pajak hingga penghapusan sejumlah subsidi pada tahun depan. Kebijakan ini, meskipun bertujuan meningkatkan penerimaan negara, memiliki potensi besar menambah beban ekonomi masyarakat , khususnya kelompok kelas menengah yang sering kali tidak termasuk penerima bantuan langsung.
Berikut 5 Kebijakan Baru Pemerintah di 2025:
1. Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Mulai 1 Januari 2025, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik dari 11% menjadi 12%, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kenaikan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara dan menyelaraskan tarif pajak Indonesia dengan standar internasional.
Namun Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai, dampaknya akan langsung terasa pada harga barang dan jasa, yang otomatis naik. Kenaikan ini diperkirakan akan paling berdampak pada kelas menengah yang tidak mendapatkan subsidi, tetapi tetap terpaksa mengeluarkan uang lebih banyak untuk kebutuhan sehari-hari.
“Apalagi kenaikan upah UMP (Upah Minimum Provinsi) hanya 6,5% yang diprediksi tidak akan mampu mencukupi kenaikan inflasi dan kenaikan harga akibat PPN 12% tersebut. Bahkan dengan PPN 12 persen tersebut Indonesia termasuk negara penghisap pajak terbesar di ASEAN setelah Filipina. Beruntung mereka yang berdomisili di Vietnam, Malaysia, Singapore dan Thailand tidak mengalami kenaikan sebesar Indonesia,” terangnya.
Dengan daya beli masyarakat yang sudah melemah akibat inflasi dalam beberapa tahun terakhir, kenaikan PPN ini berpotensi memperburuk situasi ekonomi rumah tangga. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), daya beli kelas menengah telah menurun sekitar 5% pada 2024 akibat tekanan inflasi.
2. Tarif Listrik Non-Subsidi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengisyaratkan penyesuaian tarif listrik pada tahun 2025, khususnya untuk pelanggan non-subsidi. Penyesuaian ini bertujuan menutupi kenaikan biaya produksi listrik akibat harga energi global yang terus meningkat.
Dampaknya menurut Achmad Nur Hidayat sangat jelas yakni rumah tangga kelas menengah yang menjadi pelanggan golongan non-subsidi akan menghadapi kenaikan biaya listrik bulanan.
Tarif listrik merupakan komponen penting dalam pengeluaran rumah tangga. Menurut laporan Kementerian ESDM, rumah tangga kelas menengah rata-rata menghabiskan 10% dari pendapatannya untuk membayar listrik. Jika tarif listrik naik, pengeluaran ini diperkirakan akan meningkat menjadi 12-15% dari pendapatan.
Meski pemerintah memberikan diskon tarif listrik sebesar 50% selama Januari hingga Februari 2025, namun tidak serta merta menghapus potensi kenaikan tarif listrik pada kuartal I-2025, setelah sebelumnya pemerintah menahan tarif listrik triwulan IV-2024 atau periode Oktober—Desember 2024.
3. Penghapusan Subsidi BBM dan LPG
Mulai 2025, pemerintah juga berencana mengubah skema subsidi BBM dan LPG. Subsidi akan diberikan langsung kepada masyarakat yang dinilai berhak berdasarkan data yang tercatat di sistem pemerintah.
“Skema ini bertujuan meningkatkan akurasi penyaluran subsidi, tetapi efek sampingnya adalah kenaikan harga BBM dan LPG bagi kelompok yang tidak memenuhi kriteria subsidi, termasuk kelas menengah,” terangnya.