Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Ancaman PHK Massal Bayangi Industri Hasil Tembakau



loading…

Ancaman PHK massal berpotensi meningkatkan pengangguran, memperburuk tingkat kemiskinan. FOTO/dok.SindoNews

JAKARTA – Kebijakan pemerintah yang dinilai menekan industri hasil tembakau (IHT) memicu kekhawatiran meluasnya pemutusan hubungan kerja (PHK). Serikat pekerja mendesak agar pemerintah mempertimbangkan nasib pekerja di tengah ketidakstabilan ekonomi global yang dipicu kebijakan tarif Amerika Serikat (AS).

Ancaman PHK massal berpotensi meningkatkan pengangguran, memperburuk tingkat kemiskinan, dan menurunkan daya beli masyarakat. Hal ini pada akhirnya dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Situasi ini semakin mengkhawatirkan seiring dengan pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang membatasi kandungan gula, garam, lemak (GGL) serta menerapkan larangan zonasi penjualan dan iklan rokok. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga tengah menyiapkan aturan turunan melalui Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).

Baca Juga: Pengangguran Melonjak Jadi 7,28 Juta Orang, Perindo Soroti Lemahnya Daya Beli dan Iklim Usaha

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan bahwa PP 28/2024 berpotensi memukul dunia usaha dan sektor ketenagakerjaan. Menurutnya, Kemenkes perlu mempertimbangkan dampak kebijakan dari aspek ekonomi dan lapangan kerja, tidak hanya berfokus pada kesehatan.

“Bila industri rokok diatur dengan aturan Kemenkes yang ketat, produksi akan menurun dan berujung pada PHK,” ujar Said Iqbal dalam pernyataannya, Jumat (9/5).

Dia menyayangkan ketidakselarasan antara kepentingan kesehatan dan ketenagakerjaan. Kemenkes dinilai terlalu mendorong pembatasan peredaran rokok tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap ribuan pekerja IHT.

“Harus ada solusi win-win, tidak bisa ego sektoral kesehatan mengabaikan ketenagakerjaan, begitu sebaliknya. Duduk bersama dan petakan masalahnya,” tegasnya.

Said Iqbal mendorong agar Kemenkes dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) bersinergi dalam merumuskan kebijakan.

“Menteri Kesehatan dan Menteri Ketenagakerjaan harus membuat kesepakatan. Tidak pernah ada kesepakatan antara Kemenkes dan Kemenaker, padahal aturan Kemenkes bisa berujung pada PHK seperti pasal-pasal tembakau di PP 28/2024,” ucapnya.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *