Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Ancam Perburuk Industri Padat Karya, Regulasi Baru Tembakau Dinilai Perlu Dikaji



loading…

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF, Rizal Taufikurahman menegaskan, bahwa kebijakan aturan baru tembakau perlu dikaji ulang secara menyeluruh agar tidak memperburuk kondisi industri padat karya. Foto/Dok

JAKARTA – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memperingatkan bahwa implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 berpotensi menciptakan tekanan fiskal yang signifikan bagi negara. Selain mengancam keberlangsungan industri padat karya seperti tembakau , regulasi ini juga dinilai dapat memperluas pasar rokok ilegal dan menurunkan penerimaan negara dari cukai.

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF, Rizal Taufikurahman menegaskan, bahwa kebijakan ini perlu dikaji ulang secara menyeluruh agar tidak memperburuk kondisi industri padat karya. “Arahan Presiden Prabowo untuk menderegulasi kebijakan yang menghambat ekonomi merupakan langkah strategis untuk merespons ancaman PHK yang semakin nyata di sejumlah sektor industri termasuk akibat dari kebijakan tarif Trump,” jelasnya.

Namun Ia mengingatkan, bahwa deregulasi tidak boleh dimaknai sebagai pelonggaran tanpa arah, tetapi sebagai proses penataan ulang regulasi agar lebih responsif dan kontekstual. Jika kembali pada proses perancangan, PP 28/2024 dinilai masih minim partisipasi bermakna (meaningful participation).

Baca Juga: Menjaga Industri Butuh Regulasi Berimbang, Wacana Kemasan Rokok Seragam Terpental

Lebih lanjut menurutnya, pemerintah perlu melakukan audit regulasi lintas sektor secara menyeluruh, terutama pada sektor padat karya yang menyerap jutaan tenaga kerja seperti industri tembakau dan makanan-minuman.

PP 28/2024 yang merupakan bentuk regulasi untuk memperkuat aspek kesehatan masyarakat memang patut diapresiasi dari sisi tujuan. Namun bagi Rizal, implementasi kebijakan seperti larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dan larangan pemajangan iklan rokok dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek (plain packaging) justru mengandung risiko besar bagi keberlangsungan industri tembakau nasional.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *