Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Afrika Selatan Rugi Rp2.537 Triliun Akibat Pemadaman Listrik



loading…

Akibat pemadaman listrik secara intensif pada tahun 2023, ekonomi Afrika Selatan (Afsel) menelan kerugian mencapai USD155 miliar atau setara Rp2.537 triliun. Foto/Dok

JAKARTA – Akibat pemadaman listrik secara intensif pada tahun 2023, ekonomi Afrika Selatan (Afsel) menelan kerugian mencapai USD155 miliar atau setara Rp2.537 triliun (dengan kurs Rp16.371 per dolar AS). Namun pada tahun 2024, ekonomi Afrika Selatan mulai pulih.

Pada tahun kemarin tidak ada penurunan beban akibat selama 300 hari berturut-turut antara periode April dan Desember 2024. Kondisi ini menjadi sinyal perbaikan krisis listrik yang sempat dialami negara anggota BRICS tersebut.

Hal ini disampaikan oleh Dewan Penelitian Ilmiah dan Industri (CSIR) dalam laporan statistik pembangkit listrik skala utilitas yang mencakup Januari hingga Desember 2024. Diterangkan ekonomi Afsel mulai bangkit kembali pada tahun lalu, seiring membaiknya pasokan listrik .

Laporan CSIR juga mencatat bahwa harga rata-rata listrik secara nasional meningkat sebesar 12,74% tahun ini mencapai ~ c/kWh 195, yang jauh lebih tinggi daripada biaya sumber daya pembangkit variabel terbaru yang berkisar antara c/kWh 50 dan 60 untuk fotovoltaik surya (PV) dan angin.

Akibatnya, harga rata-rata listrik nasional saat ini berada di atas biaya sumber daya pembangkit terbarukan, yang berkisar antara R/kWh 0,5 dan 0,6 untuk pembangkit listrik tenaga surya dan pembangkit listrik skala utilitas angin dalam program Pengadaan Produsen Listrik Independen Energi Terbarukan (REIPPP).

Kepala pusat energi CSIR, Dr Thabo Hlalele saat konferensi media memberikan catatan bahwa harga rata-rata listrik nasional meningkat setiap tahun dengan rerata sekitar 11% selama 10 tahun terakhir dibandingkan dengan tingkat inflasi rata-rata tahunan sekitar 5%.

Studi ini membandingkan sumber daya pembangkit agregat Eskom untuk tahun 2024, termasuk batu bara, nuklir, hidro, penyimpanan pompa, turbin gas siklus terbuka, REIPPP, PLTS surya, angin, dan tenaga surya terkonsentrasi dengan kapasitas terpasang dan output produksi energi dari Januari hingga Desember 2024 untuk menilai dampaknya terhadap pelepasan beban.

Iterasi ini juga meneliti rata-rata kenaikan tarif listrik secara nasional dan membandingkannya dengan tarif di negara lain. Regulator Energi Nasional Afrika Selatan (Nersa) mengusulkan kenaikan tarif listrik sebesar 12,74% di atas inflasi yang diharapkan sebesar 4,4% untuk tahun 2024.

“Harga rata-rata listrik nasional sekarang berada di atas biaya yang diratakan dari sumber daya pembangkit terbarukan yang berkisar antara R/kWh 0,5 dan 0,6 untuk pembangkit listrik tenaga surya dan skala utilitas angin dalam program REIPPP,” catatnya.

Hlalele mengatakan, bahwa rata-rata tarif listrik nasional telah meningkat sebesar 190% sejak 2014, yang lebih tinggi dari inflasi dan dapat berdampak pada keterjangkauan. Sementara tarif agregat Eskom meningkat sebesar 190% sejak 2014, yang jauh lebih tinggi dari tingkat inflasi tahunan rata-rata sebesar 5,2% selama periode yang sama.

(akr)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *