Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

5 Negara Berkembang yang Terlilit Utang Besar ke China, Produksi Minyak Sampai Jadi Jaminan



loading…

Seorang pekerja mengoperasikan katup di kilang minyak Rumaila, dekat Basra, Irak. Foto: Nabil Al-Jurani. FOTO/AP

JAKARTA – Di tengah ketidakpastian ekonomi global, sejumlah negara berkembang menghadapi beban utang yang semakin berat, terutama kepada China. Melalui skema Belt and Road Initiative (BRI), Beijing telah memberikan pinjaman besar untuk proyek infrastruktur di berbagai negara, namun hal ini justru memicu kekhawatiran akan risiko ketergantungan dan ketidakmampuan pembayaran. Beberapa negara, seperti Sri Lanka, bahkan terpaksa menyerahkan aset strategis sebagai kompensasi utang.

Laporan terbaru menunjukkan, utang ke China telah menjadi tantangan serius bagi stabilitas fiskal beberapa negara berkembang. Pinjaman dengan bunga tinggi dan proyek yang kurang produktif membuat mereka terjebak dalam spiral utang. Situasi ini diperparah oleh melemahnya nilai tukar mata uang lokal dan perlambatan pertumbuhan ekonomi pascapandemi.

Baca Juga: 4 Negara Terancam Bangkrut Terjebak Utang China, Terparah Sampai Menyerahkan Pelabuhan

Dikutip dari sejumlah sumber, kasus Sri Lanka yang menyerahkan Pelabuhan Hambantota kepada China selama 99 tahun menjadi peringatan bagi negara lain. Tidak hanya di Asia, negara-negara Afrika seperti Angola dan Ethiopia juga menghadapi tekanan serupa. Utang yang awalnya ditujukan untuk pembangunan justru berubah menjadi beban yang menggerogoti kedaulatan ekonomi. Skema pinjaman China menuai pro dan kontra, di satu sisi mendorong pembangunan, di sisi lain menciptakan ketergantungan yang sulit diurai.

Berikut 5 Negara Berkembang yang Terlilit Utang Besar ke China

1. Pakistan

Pakistan menempati posisi teratas sebagai negara berkembang dengan utang terbesar ke China, mencapai USD22–USD27,4 miliar. Sebagian besar pinjaman digunakan untuk membiayai Koridor Ekonomi China-Pakistan (CPEC), proyek infrastruktur senilai USD62 miliar. Namun, proyek ini justru membebani keuangan negara, dengan pembayaran utang yang menyedot 30% pendapatan ekspor Pakistan.

2. Angola

Angola, salah satu produsen minyak terbesar di Afrika, memiliki utang USD17,9–USD22 miliar ke China. Pinjaman ini awalnya digunakan untuk membangun jalan, rel kereta, dan kilang minyak. Namun, jatuhnya harga minyak dunia membuat Angola kesulitan melunasi utang, hingga terpaksa menyerahkan sebagian produksi minyak sebagai pembayaran.

3. Ethiopia

Ethiopia mencatat utang USD7,4–7,9 miliar ke China, terutama untuk pembangunan jalur kereta api Addis Ababa-Djibouti dan sejumlah jalan tol. Namun, proyek-proyek ini belum menghasilkan pendapatan yang memadai, sementara pembayaran utang telah mencapai 20% dari total pendapatan negara.

4. Kenya

Kenya terikat utang USD7,4 miliar ke China, sebagian besar untuk pembangunan jalur kereta api Standard Gauge Railway (SGR). Proyek senilai USD5 miliar ini disebut terlalu mahal dan kurang menguntungkan, membuat Kenya kesulitan memenuhi kewajiban pembayaran utang.

5. Sri Lanka

Sri Lanka menjadi contoh tragis gagal bayar utang ke China. Dengan utang USD6,8–7,2 miliar, negara ini terpaksa menyerahkan pengelolaan Pelabuhan Hambantota kepada China selama 99 tahun. Kasus ini memicu kekhawatiran global atas praktik “debt-trap diplomacy” Beijing.

Utang besar ke China tidak hanya membebani APBN, tetapi juga mengancam kedaulatan ekonomi. Sejumlah negara terpaksa mengalokasikan anggaran besar untuk membayar utang, mengorbankan sektor kesehatan dan pendidikan.

Baca Juga: Rusia Usulkan Pemindahan Kantor Pusat PBB dari AS, Apa Alasannya?

Belt and Road Initiative (BRI) disebut sebagai alat China memperluas pengaruh melalui pinjaman infrastruktur. Namun, banyak proyek BRI yang dinilai tidak transparan dan berisiko tinggi, memicu ketergantungan jangka panjang.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *