Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

3 Mata Uang Asia Ini Bisa Gulingkan Dominasi Dolar AS, Ada Tetangga Dekat Indonesia



loading…

Dedolarisasi semakin menguat sebagai tren global dalam beberapa tahun terakhir. FOTO/Reuters

JAKARTA – Dedolarisasi semakin menguat sebagai tren global dalam beberapa tahun terakhir. Sejumlah negara mulai mengurangi ketergantungan pada dolar Amerika Serikat (AS) didorong kebijakan tarif tinggi era Donald Trump dan ketidakstabilan geopolitik.

Analis Goldman Sachs memproyeksikan, yuan China, dolar Singapura, dan won Korea Selatan akan menjadi mata uang utama yang diuntungkan dari fenomena ini. Meskipun dolar AS dan euro masih mendominasi cadangan devisa global, laporan Goldman Sachs menyebutkan adanya pergeseran signifikan.

Banyak negara kini beralih ke aset non-tradisional sebagai alternatif, seiring meningkatnya ketegangan geopolitik dan ketidakpastian ekonomi.

“Kami yakin diversifikasi dari dolar akan terus berlanjut karena tren ini sudah menguat dalam satu dekade terakhir,” ujar Danny Suwanapruti dan Rina Jio, analis Goldman Sachs, dikutip dari Watcher Guru, Senin (5/5).

Baca Juga: Menlu BRICS Berkumpul di Brasil, Bahas Ancaman Tarif Trump

China gencar mempromosikan yuan sebagai mata uang global. Bank Sentral China (People’s Bank of China/PBOC) mengembangkan yuan digital berbasis blockchain, memperluas sistem pembayaran lintas batas (CIPS) dan meningkatkan layanan keuangan di Asia Tenggara. Pada Februari 2025, jalur swap yuan di luar negeri mencapai rekor 4,3 triliun yuan atau setara USD591,2 miliar.

Nilai dolar Singapura dan won Korea Selatan menguat signifikan terhadap dolar AS dalam sebulan terakhir. Goldman Sachs memprediksi permintaan won akan meningkat jika Korea Selatan masuk dalam Indeks Obligasi Pemerintah Dunia FTSE pada 2025, yang dapat menarik lebih banyak investasi asing.

Kebijakan tarif impor Trump, yang disebut sebagai yang tertinggi dalam seabad dinilai dapat mempercepat penurunan kepercayaan terhadap dolar AS, terutama di kalangan mitra dagang China.

Baca Juga: Putin: Rusia Berdiri Sendiri Melawan Barat

Ekonom memprediksi, bank sentral berbagai negara akan semakin mendiversifikasi cadangan devisa, membuka peluang bagi mata uang Asia untuk mengisi celah tersebut. Dengan China yang semakin aktif memengaruhi sistem keuangan global, dan negara-negara Asia lainnya yang terus memperkuat mata uangnya dominasi dolar AS ke depan mungkin tak lagi mutlak.

(nng)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *