loading…
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Foto/anadolu
Georgia telah dilanda protes sejak akhir Oktober, ketika oposisi pro-Barat menolak mengakui hasil pemilu parlemen di mana partai Impian Georgia yang berkuasa memperoleh kemenangan meyakinkan.
Unjuk rasa berubah menjadi kekerasan pekan lalu setelah pemerintah mengumumkan akan menangguhkan pembicaraan aksesi dengan Uni Eropa (UE), dengan alasan “pemerasan dan manipulasi terus-menerus” terhadap politik dalam negeri Georgia oleh Brussels.
Ada juga beberapa contoh perusuh yang bentrok dengan polisi di Tbilisi, yang mengakibatkan beberapa ratus orang ditahan.
Dalam pidato video pada hari Kamis (5/12/2024), Zelensky mengatakan dia telah menandatangani dekrit untuk membatasi pemimpin partai Impian Georgia yang berkuasa, Bidzina Ivanishvili, dan 19 pejabat Georgia lainnya.
“Sanksi ini menargetkan bagian dari pemerintah Georgia yang menyerahkan Georgia kepada Putin. Ini adalah masalah yang memicu protes di Georgia saat ini,” klaim pemimpin Ukraina tersebut.
Dia juga meminta AS, Uni Eropa, dan “semua orang di dunia” untuk mengikuti contoh Kiev dan juga memberlakukan pembatasan terhadap Georgia.
“Kita tidak boleh kehilangan siapa pun di wilayah ini, baik Georgia, Moldova, maupun Ukraina. Kita harus bersatu dalam membela diri terhadap Moskow,” tegas Zelensky.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova menyatakan Zelensky bertindak karena “kemarahan sebab Georgia menemukan kekuatan untuk menolak skenario Ukraina.”
Awal pekan ini, Perdana Menteri Georgia Irakli Kobakhidze mengatakan kudeta bergaya Maidan, mirip dengan kudeta yang menggulingkan Presiden Ukraina yang terpilih secara demokratis Viktor Yanukovich pada tahun 2014, telah “gagal” di Georgia.