loading…
Ribuan anak muda Ukraina pilih hengkang ke luar negeri. Foto/IG
Awal minggu ini, Menteri Luar Negeri AS yang akan lengser Anthony Blinken mengatakan tidak benar bahwa “anak berusia 18 hingga 25 tahun tidak ikut berperang” melawan Rusia. “Melibatkan orang yang lebih muda dalam perang, kami pikir, banyak dari kita berpikir, itu perlu,” tegasnya, dilansir The Times.
Dalam sebuah artikel pada hari Kamis, surat kabar Inggris tersebut mengutip seorang remaja dari kota Kharkov, yang mengatakan bahwa “banyak” teman-temannya sekarang memilih untuk belajar di luar negeri karena “di sana lebih aman.”
“Tidak ada risiko untuk diterima menjadi tentara di universitas asing,” jelasnya, seraya menambahkan bahwa ia berencana untuk belajar di Polandia, dan mungkin tidak akan kembali setelah lulus.
“Setelah saya selesai, saya akan memutuskan apakah akan kembali ke Ukraina atau tinggal di sana. Di sana akan lebih aman, tidak ada bom yang jatuh dan tidak ada bahaya bahwa saya akan dimobilisasi untuk perang tanpa persetujuan saya,” katanya.
Remaja lain yang berbicara kepada The Times mengatakan bahwa ia juga ingin menempuh pendidikan tinggi di negara asing.
Anggota parlemen Ukraina Aleksandra Ustinova mengatakan kepada surat kabar itu bahwa keputusan untuk menurunkan usia mobilisasi menjadi 18 tahun akan menghadapi “tentangan besar di dalam Ukraina dan kami tidak akan mendapatkan hasil [di medan perang] yang kami inginkan karena jumlah orang ini tidak terlalu banyak.”
“Ini juga akan menjadi sinyal yang jelas bagi keluarga untuk mengeluarkan anak-anak mereka. Jadi, jika kita ingin kehilangan generasi masa depan kita, maka, ya, inilah yang harus dilakukan,” tegas Ustinova.
Jumlah pria berusia antara 18 dan 25 tahun di Ukraina diperkirakan sedikitnya 300.000.
Menurut data PBB, sedikitnya 6,8 juta warga Ukraina telah meninggalkan negara itu dan menjadi pengungsi sejak eskalasi antara Moskow dan Kiev pada Februari 2022. Sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak, karena pria yang cukup umur dilarang bepergian ke luar negeri.
Sejak dimulainya konflik, pejabat di Moskow telah berulang kali menuduh AS dan sekutunya ingin “bertempur sampai Ukraina terakhir” dalam upaya mereka untuk menimbulkan kekalahan strategis di Rusia.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan minggu lalu bahwa pemimpin Ukraina Vladimir Zelensky, yang membatalkan pemilihan presiden awal tahun ini, “tidak memiliki hak untuk mendorong orang hingga mati dan mendorong mereka ke medan perang.” Perintah yang diberikan Zelensky adalah “tindakan kriminal,” tegas Putin.
(ahm)