Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Siapa yang Seharusnya Bertanggung Jawab Membiayai Pengungsi Rohingya?



loading…

Penungsi Muslim Rohingnya menjadi beban bagi banyak pihak. Foto/X/@UNinBangladesh

YANGON – Semuanya berawal pada bulan Agustus 2017, serangan bersenjata, kekerasan berskala besar, dan pelanggaran hak asasi manusia yang serius memaksa ribuan warga Rohingya meninggalkan rumah mereka di Negara Bagian Rakhine, Myanmar.

Banyak yang berjalan kaki selama berhari-hari melewati hutan dan melakukan perjalanan laut yang berbahaya melintasi Teluk Benggala untuk mencapai tempat yang aman di Bangladesh.

Sekarang, hampir 1 juta orang telah menemukan tempat yang aman di Bangladesh dengan mayoritas tinggal di wilayah Cox Bazar – rumah bagi kamp pengungsi terbesar di dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menggambarkan Rohingya sebagai “minoritas yang paling teraniaya di dunia.”

Siapa yang Seharusnya Bertanggung Jawab Membiayai Pengungsi Rohingya?

1. Rohingya Tidak Diakusi sebagai Warga Negara Myanmar

Melansir UN Refugees, Rohingya adalah kelompok etnis minoritas Muslim yang telah hidup selama berabad-abad di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha – yang sebelumnya dikenal sebagai Burma. Meskipun telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi, Rohingya tidak diakui sebagai kelompok etnis resmi dan telah ditolak kewarganegaraannya sejak 1982, menjadikan mereka populasi tanpa kewarganegaraan terbesar di dunia.

Sebagai populasi tanpa kewarganegaraan, keluarga Rohingya ditolak hak-hak dasar dan perlindungannya serta sangat rentan terhadap eksploitasi, kekerasan seksual dan berbasis gender (SGBV), dan pelecehan.

2. Pelanggaran HAM Terbesar di Dunia

Rohingya telah menderita kekerasan, diskriminasi, dan penganiayaan selama puluhan tahun di Myanmar. Eksodus terbesar mereka dimulai pada Agustus 2017 setelah gelombang kekerasan besar-besaran meletus di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, yang memaksa lebih dari 742.000 orang – setengahnya anak-anak – untuk mencari perlindungan di Bangladesh. Seluruh desa dibakar habis, ribuan keluarga terbunuh atau dipisahkan, dan pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran dilaporkan.

3. Rohingya Terus Mencari Perlindungan

Melansir UN Refugees, lebih dari 1,3 juta orang mengungsi di Myanmar pada tahun 2023 karena meningkatnya kekerasan setelah pengambilalihan militer pada bulan Februari 2021. Pada akhir tahun 2023, terdapat lebih dari 2,6 juta pengungsi internal (IDP) di negara tersebut.

Sebanyak 1,3 juta pengungsi dan pencari suaka dari Myanmar ditampung di negara lain, termasuk hampir 1 juta pengungsi Rohingya tanpa kewarganegaraan yang tinggal di Bangladesh. Sebagian besar menetap di dan sekitar kamp pengungsi Kutupalong dan Nayapara di wilayah Cox’s Bazar, Bangladesh — beberapa kamp terbesar dan terpadat di dunia.

Bantuan kemanusiaan sangat penting, dengan 95 persen rumah tangga Rohingya di Bangladesh bergantung pada bantuan kemanusiaan. Lebih dari separuh pengungsi di kamp berusia di bawah 18 tahun dan memiliki kesempatan terbatas untuk pendidikan, pengembangan keterampilan, dan mata pencaharian.

Pengungsi Rohingya mempertaruhkan nyawa mereka di jalur laut berbahaya menuju Indonesia dan Malaysia, yang digambarkan sebagai salah satu jalur paling mematikan di dunia. Pada tahun 2023, satu orang Rohingya meninggal atau hilang untuk setiap delapan orang yang mencoba melakukan perjalanan.

Lebih dari 75 persen populasi pengungsi adalah perempuan dan anak-anak. Populasi pengungsi saat ini mencakup sepertiga dari total populasi di wilayah Cox’s Bazar, sehingga dukungan untuk komunitas tuan rumah penting untuk hidup berdampingan secara damai.

Sejak tahun 2021, untuk mengurangi kepadatan di 33 kamp di Cox’s Bazar, hampir 30.000 pengungsi telah dipindahkan ke pulau Bhasan Char oleh Pemerintah Bangladesh. Meskipun layanan perlindungan dan bantuan kemanusiaan telah ditingkatkan di pulau tersebut, masih terdapat kesenjangan yang signifikan dalam pemberian layanan dan keberlanjutan bantuan penting.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *