loading…
Mobil antihuru-hara dikerahkan untuk menghadapi unjuk rasa di Prancis. Foto/sputnik
Prancis berupaya mengantisipasi terjadinya kerusuhan terkait pemilu tersebut. Otoritas negara itu berencana mengerahkan sekitar 30.000 polisi di seluruh negara mereka pada Minggu malam setelah putaran kedua pemilihan parlemen, menurut Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin.
Menteri dalam negeri menambahkan, “5.000 polisi akan bertugas di Paris dan daerah sekitarnya sehingga kelompok radikal kanan dan radikal kiri tidak memanfaatkan situasi untuk menimbulkan kekacauan.”
Pengumuman tersebut muncul setelah semakin banyak kandidat dan aktivis politik di Prancis menjadi sasaran serangan kekerasan atau verbal.
Pada Rabu malam, sekelompok pemuda ditangkap setelah Prisca Thevenot, juru bicara pemerintah, mengatakan dia dan wakilnya serta seorang aktivis partai diserang saat memasang poster kampanye di Meudon.
“Saya tidak mengatakan ini hanya sebagai juru bicara pemerintah, tetapi lebih sebagai putri imigran dan ibu dari anak-anak ras campuran,” ujar Thevenot kepada penyiar Prancis TF1, mengutip serangan rasis yang berulang dan semakin intensif.
Dia menjelaskan, “Mereka tidak lagi melakukannya secara anonim, tetapi dengan wajah yang tidak tertutup dan bahkan dengan kebanggaan tertentu.”
Namun, kandidat National Rally juga diserang, dengan Anggota Parlemen Eropa Marie Dauchy mengatakan dia “diserang dengan kejam” saat berkampanye di pasar di La Rochette dekat Grenoble.
Kandidat konservatif Nicolas Conquer juga mengeluh dia dan seorang rekannya yang perempuan telah dilempari telur setelah insiden bulan sebelumnya, ketika kandidat National Rally lainnya harus dirawat di rumah sakit setelah dia diserang karena membagikan pamflet.
Pemungutan suara hari Minggu (7/7/2024) diperkirakan akan sangat menguntungkan National Rally dan itu mungkin memungkinkan mereka menjadi partai terbesar di parlemen, bahkan jika mereka tidak dapat mencapai 289 kursi yang dibutuhkan untuk membentuk pemerintahan berikutnya, The Guardian melaporkan.