loading…
Pengadilan China mencoba melelang 100 ton buaya hidup untuk ketiga kalinya dengan harga awal sekitar Rp9,2 miliar. Namun lelang sepi peminat karena pemenang menanggung risikonya sendiri. Foto/Baidu via SCMP
Lelang sekitar 200 hingga 500 binatang buas itu dimulai pada harga 4 juta yuan (Rp9,2 miliar)—setelah dua lelang sebelumnya tidak menghasilkan peminat.
Lelang buaya hidup itu kesulitan menemukan penawar yang berminat karena pemenang lelang diharuskan menanggung risikonya sendiri, termasuk mengambil dan mengangkutnya pulang dengan biaya sendiri.
Mengutip laporan South China Morning Post, Sabtu (12/4/2025), buaya-buaya itu sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan Industri Buaya Hongyi Guangdong, yang didirikan oleh Mo Junrong yang dijuluki “Dewa Buaya”.
Namun, perusahaan gagal memenuhi kewajiban keuangannya dan terpaksa melikuidasi asetnya, termasuk kawanan reptil ganas tersebut.
Di China, buaya merupakan komoditas utama dan digunakan dalam lebih dari 100 produk mulai dari riasan hingga anggur.
Yang ditawarkan dalam lelang tersebut semuanya adalah buaya Siam, yang dibudidayakan dan diperdagangkan secara komersial di China.
Namun, potensi tawar-menawar dalam lelang tidak sepenuhnya seperti yang diharapkan.
Pengadilan tidak tertarik membayar biaya pengiriman atau menangani pengangkutan buaya massal itu sendiri, dan belum dapat menemukan pembeli yang bersedia mengambil makhluk bertaring itu.
Siapa pun yang tertarik membeli ratusan reptil harus menanggung biaya pengumpulan, termasuk menangkap dan memuat hewan-hewan tersebut. Pembeli juga harus memegang lisensi pengembangbiakan buatan untuk satwa liar akuatik seperti buaya dan memiliki tempat yang layak untuk memeliharanya.
Dua lelang sebelumnya pada Januari dan Februari dengan harga awal 5 juta yuan belum ada yang mendaftar. Ini membuka jalan bagi upaya lelang untuk ketiga kalinya dengan harga awal diturunkan menjadi 4 juta yuan.
(mas)