loading…
Serangan Israel ke Lebanon demikian juga perang Hizbullah melawan Zionis juga merupakan upaya balas dendam. Rasa dendam tersebut menjadi fondasi yang sangat kental dalam konflik Timur Tengah.
Hingga Paus Fransiskus menyerukan untuk meninggalkan balas dendam dan mengakhiri perang di Timur Tengah, Menjelang peringatan serangan Hamas, Paus Fransiskus menyerukan kepada masyarakat internasional untuk meninggalkan balas dendam dan mengakhiri perang. Ia mengutuk penderitaan di Timur Tengah dan menyerukan gencatan senjata segera.
Kenapa Konflik di Timur Tengah Kerap Diasosiasikan dengan Balas Dendam?
1. Balas Dendam Menyebabkan Matinya Rasa Kemanusiaan Orang Israel
Memberikan perspektif mayoritas masyarakat Israel, Alon Pinkas, mantan diplomat Israel, mengatakan bahwa hampir 42.000 warga Palestina yang tewas di Gaza selama setahun terakhir tidak banyak yang peduli.
“Selama beberapa bulan pertama, warga Israel jarang menyadari apa yang terjadi di Gaza,” katanya kepada Al Jazeera, seraya menambahkan bahwa cakupan kematian dan kehancuran yang ditimbulkan tidak digambarkan secara akurat di media Israel.
“Kemudian muncul mentalitas ‘kami tidak peduli, lihat apa yang mereka lakukan kepada kami’. Lihat, itu sangat manusiawi, itu sangat wajar. Itu tidak benar,” jelas Pinkas. “Anda perlu menyadari apa yang terjadi karena itu akan memicu putaran permusuhan dan kekerasan berikutnya.”
Seiring dengan semakin banyaknya gambar yang muncul dari Gaza yang dilanda perang dari waktu ke waktu, “posisi warga Israel menjadi lebih keras”, katanya.
“Orang-orang menyebutnya perang balas dendam, dan ya itu adalah perang balas dendam … Dan tahukah Anda, negara mana pun akan melakukan hal yang sama … Fakta bahwa seluruh dunia merasa jengkel, terganggu, dan frustrasi [atas perang] tampaknya tidak menjadi masalah bagi sebagian besar orang Israel.”
2. Iran Selalu Menuntut Pertanggungjawaban
Situasi di Timur Tengah kembali berada di ambang apa yang oleh para ahli digambarkan sebagai “konflik yang meningkat dan tidak stabil,” karena Iran bersumpah untuk memberikan “hukuman keras” bagi Israel, yang menurutnya bertanggung jawab atas pembunuhan pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyeh.
Haniyeh menjadi sasaran dan tewas dalam serangan Israel saat mengunjungi Iran setelah menghadiri pelantikan presiden baru Iran Masoud Pezeshkian. Kepala sayap militer Hamas, Mohammed Deif, tewas dalam serangan udara Israel di Gaza bulan lalu, militer Israel mengatakan Kamis, Reuters melaporkan.
Melansir Global Times, Liu Zhongmin, seorang profesor di Institut Studi Timur Tengah Universitas Studi Internasional Shanghai, meyakini pembunuhan Haniyeh di Teheran sebagian bertujuan untuk menyabotase kebijakan dan pengaturan Iran di kawasan tersebut.
“Masih terlalu dini untuk mengatakan Iran akan maju ke perang skala penuh dengan Israel. Ia mencatat bahwa konflik antara Hizbullah dan Israel, bagaimanapun, mungkin akan meningkat,” katanya.
Kemudian, Wang Jin, seorang profesor madya di Institut Studi Timur Tengah di Universitas Northwest di Xi’an mengungkapkan, tampaknya pembalasan langsung terhadap Israel, terutama dalam konteks saat ini, akan segera terjadi karena Israel telah terlibat dalam konflik dengan Hizbullah, Hamas, dan sekutu regional Iran lainnya. “Risiko eskalasi konflik di masa mendatang sangat tinggi,” kata Wang Jin.