Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Jejak Senyap Militer Swasta China



loading…

Riset ORCA ungkap kehadiran militer swasta China di negara-negara Afrika, termasuk Sudan dan Kenya. Foto/The Jamestown Foundation

JAKARTA – Dalam beberapa tahun terakhir, kemunculan perusahaan militer swasta (private military companies/PMCs) secara global telah mengaburkan batas antara kepentingan negara dan korporasi. Jika perhatian dunia selama ini tertuju pada perusahaan-perusahaan Barat seperti Blackwater atau Grup Wagner dari Rusia, maka kemunculan PMCs China yang cepat dan senyap di Afrika dan sebagian Asia nyaris luput dari sorotan.

Dengan embel-embel sebagai pelindung aset-aset Belt and Road Initiative (BRI) atau sekadar penyedia “logistik keamanan”, PMCs China semakin terlibat dalam dinamika politik domestik negara-negara berkembang. Operasi mereka tidak netral; keberadaan mereka berjalan seiring dengan visi geopolitik Beijing.

Menurut Ratish Mehta, peneliti di Organisation for Research on China and Asia (ORCA), kehadiran PMCs China merupakan ancaman yang unik dan belum banyak diakui. Dia menyebut keberadaan mereka sebagai bentuk intervensi terselubung yang memperkuat pemerintahan otoriter, menekan perbedaan pendapat, dan membuat negara tuan rumah semakin bergantung pada negara China.

Baca Juga: Kematian Mendadak Jenderal Xu Qiliang Soroti Isu Internal Militer China

Dari Perlindungan ke Intervensi: Jangkauan Politik PMCs China

Mehta menyebut perusahaan seperti Frontier Services Group (FSG), DeWe Security, dan Haiwei Security kerap menyamarkan diri sebagai unit logistik atau perlindungan yang bertugas mengamankan proyek-proyek infrastruktur di wilayah rawan konflik. Namun dalam praktiknya, peran mereka sering kali melebar ke wilayah politik. Di Sudan Selatan misalnya, di mana perusahaan minyak milik negara China, CNPC, memiliki kepentingan besar, PMCs China menjalankan fungsi yang lebih dari sekadar penjaga pasif.

Ketika konflik kembali pecah pada 2018, kontraktor keamanan ini dikerahkan di sekitar ladang minyak dan bekerja sama erat dengan milisi yang berpihak pada pemerintah serta berbagi intelijen. Hal ini menjadikan mereka sebagai kekuatan pendukung salah satu faksi dalam perang sipil.

“Kehadiran mereka mengubah dinamika konflik, meningkatkan kapabilitas militer pemerintah, sekaligus melindungi kepentingan ekonomi China. Meski tak ada pengerahan militer resmi dari China, secara de facto mereka telah campur tangan melalui agen-agen kuasi-negara ini,” kata Mehta, dikutip dari PML Daily, Minggu (22/6/2025).



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *