loading…
Pemimpin Hizbullah Naim Qassem. Foto/anadolu
Pernyataan itu ditegaskan Pemimpin Hizbullah Naim Qassem yang bermarkas di Lebanon itu dalam pidatonya pada hari Kamis (5/12/2024).
“Agresi terhadap Suriah disponsori oleh Amerika dan Israel,” klaim Naim Qassem, seraya menambahkan kaum pemberontak “selalu menjadi alat mereka sejak 2011, ketika masalah itu dimulai di Suriah.”
Negara itu terjerumus ke dalam perang yang berkepanjangan pada tahun 2011, ketika berbagai kelompok antipemerintah berusaha menggulingkan pemerintahan Presiden Bashar Assad.
Pasukan pemberontak, khususnya yang mempekerjakan pejuang asing yang dibantu secara militer dari luar negeri, muncul sebagai pemain dominan di antara pihak oposisi.
Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat lainnya, yang menuntut agar “Assad harus pergi,” mengklaim “pemberontak moderat” pada akhirnya dapat menang dalam konflik tersebut.
Rusia campur tangan dalam permusuhan pada tahun 2015, menyediakan kekuatan udaranya bagi Damaskus.
Pasukan Assad berhasil menguasai kembali sebagian besar wilayah negara itu, tetapi beberapa tempat, termasuk provinsi Idlib di dekat perbatasan Turki, masih berada di luar jangkauannya.
Situasi memburuk pekan lalu ketika kelompok pemberontak Hayat Tahrir-al-Sham (HTS) yang sebelumnya dikenal sebagai afiliasi Al-Qaeda, Jabhat al-Nusra dan sekutunya melancarkan serangan mendadak berskala besar di wilayah barat laut negara itu.
Para pemberontak telah memukul mundur pasukan pemerintah dan merebut sebagian besar wilayah di Aleppo dan Idlib, serta berhasil mengepung kota utama Hama pada hari Kamis.