loading…
Pemerintah AS mendenda kontraktor pertahanan RTX atas tuduhan terkait kesalahan penanganan rahasia militer, termasuk data sensitif jet tempur siluman F-22, F-35, serta bomber B-2 Spirit. Foto/Lockheed Martin
Pelanggaran ini terjadi saat para karyawan RTX melakukan perjalanan ke China, Rusia, Iran, dan negara-negara lain, yang menimbulkan kekhawatiran tentang perlindungan informasi rahasia.
Denda ini dijatuhkan menyusul hasil pengungkapan sukarela RTX atas 750 pelanggaran Undang-Undang Pengawasan Ekspor Senjata dan Peraturan Lalu Lintas Senjata Internasional (ITAR)—yang terjadi selama enam tahun, dari Agustus 2017 hingga September 2023.
Menurut pernyataan Departemen Luar Negeri AS, pelanggaran tersebut melibatkan ekspor barang pertahanan yang tidak sah karena yurisdiksi dan klasifikasi yang tidak tepat, ekspor barang pertahanan yang dirahasiakan secara tidak sah, dan pengangkutan barang pertahanan yang tidak sah oleh karyawan RTX ke tujuan yang dilarang.
“RTX mengungkapkan semua dugaan pelanggaran secara sukarela,” kata Departemen Luar Negeri AS dalam pengumumannya pada 30 Agustus 2024.
“RTX juga bekerja sama dengan peninjauan Departemen [Luar Negeri] atas masalah ini dan telah menerapkan berbagai perbaikan pada program kepatuhannya sejak tindakan yang dipermasalahkan,” lanjut pengumuman tersebut, yang dilansir EurAsian Times, Minggu (1/9/2024).
Pihak RTX, melalui seorang juru bicaranya, mengatakan; “Tindakan tersebut sejalan dengan harapan perusahaan, yang kami ungkapkan selama laporan pendapatan kuartal kedua perusahaan pada 25 Juli 2024.”
Pernyataan itu menunjukkan bahwa RTX telah mengantisipasi penyelesaian tersebut dan telah mulai menangani masalah kepatuhan yang menyebabkan pelanggaran.
Sebagai bagian dari penyelesaian denda tersebut, Departemen Luar Negeri AS telah setuju untuk menangguhkan USD100 juta dari denda USD200 juta, dengan ketentuan bahwa RTX menggunakan dana tersebut untuk tindakan kepatuhan perbaikan yang disetujui berdasarkan Perjanjian Persetujuan.