Biden Setujui Larangan Uranium Rusia, Ekonomi AS Bisa Rontok



loading…

Pelet uranium, produk bahan bakar nuklir untuk pembangkit listrik tenaga atom, terlihat di jalur produksi Pabrik Metalurgi Ulba di kota Ust-Kamenogorsk, timur Kazakhstan. Foto/REUTERS/Shamil Zhumatov

WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah menandatangani undang-undang yang melarang impor uranium yang diperkaya dari Rusia.

Langkah pelarangan dilakukan Washington meskipun ada peringatan langkah tersebut dapat menjadi bumerang bagi perekonomian Amerika.

Rusia tetap menjadi sumber utama bahan bakar nuklir penting bagi Amerika, bahkan di tengah ketegangan akibat konflik Ukraina.

Biden menandatangani undang-undang bipartisan pada Senin (13/5/2024). Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan mengklaim hal ini akan “memperkuat keamanan energi dan ekonomi negara kita dengan mengurangi, dan pada akhirnya menghilangkan, ketergantungan kita pada Rusia untuk pembangkit listrik tenaga nuklir sipil.”

Keputusan tersebut, yang disahkan dengan suara bulat oleh Senat pada akhir April, akan mulai berlaku dalam waktu sekitar 90 hari.

Namun, Departemen Energi AS dapat mengeluarkan keringanan hingga tahun 2028 jika tidak ada alternatif selain uranium yang diperkaya rendah dari Rusia atau jika pengirimannya untuk kepentingan nasional.

Larangan ini juga menyediakan dana federal sebesar USD2,7 miliar untuk membangun kapasitas pengayaan baru di Amerika guna meningkatkan industri nuklir sipil.

Duta Besar Rusia untuk AS, Anatoly Antonov, mengecam larangan tersebut, dan menuduh Washington tetap mempertahankan “kebijakannya yang tidak efektif, yaitu menimbulkan kekalahan ekonomi strategis pada kami.”

“Serangan yang terjadi saat ini, tidak hanya terhadap Rusia, namun juga terhadap pasar dunia untuk bahan bakar uranium yang digunakan dalam pembangkit listrik tenaga nuklir, menimbulkan guncangan baru dalam hubungan ekonomi internasional,” papar Dubes Rusia tersebut, seraya memperingatkan tindakan tersebut akan menjadi bumerang.

“Kerugian finansial bagi Amerika Serikat akan jauh lebih besar dibandingkan Rusia,” ujar Antonov.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *