Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

Banyak Pelajar Putus Sekolah, Kehidupan Sekolah di Korea Utara Penuh Kekerasan



loading…

Para pelajar di sekolah Korea Utara. Foto/KMatsson

PYONGYANG – Baru-baru ini, Korea Utara (Korut) mempromosikan adopsi Undang-Undang Pengasuhan Anak sebagai contoh model perlindungan hak asasi manusia (HAM) di komunitas internasional.

Surat kabar milik negara, Rodong Sinmun, menyatakan manfaat pengasuhan anak tersedia bahkan di daerah pegunungan terpencil.

Propaganda Pemimpin Korut Kim Jong-un itu dianggap jauh dari kenyataan. Bagaimana sebenarnya kondisi dunia pendidikan di Korea Utara?

Seo Bella, seorang mahasiswa universitas di Korea Selatan, mengatakan untuk benar-benar memahami situasi hak asasi manusia (HAM) di Korea Utara, harus memperhatikan pelanggaran HAM yang tersembunyi di balik propaganda yang terdistorsi tersebut.

Dia mengaku lahir dan hidup di Korea Utara sampai umur 15 tahun sebelum akhirnya memilih pindah dan menetap di Korea Selatan.

Seo Bella yang sudah 9 tahun tinggal di Korea Selatan ini ingin berbagi pelanggaran HAM yang dialaminya selama masa sekolah di Korea Utara.

“Selama tahun-tahun sekolah saya, rumah dan sekolah adalah seluruh dunia saya. Dunia yang luas namun sempit itu menyiksa saya setiap hari, seperti suara alarm yang disetel untuk berbunyi setiap 10 menit, terus-menerus mengingatkan saya akan ketidakberdayaan saya,’’ ungkap Seo Bella dalam keterangannya kepada Kedutaan Besar Korea Selatan di Jakarta seperti dikirimkan kepada Sindonews pada Jumat (14/2/2025).

Dia bercerita, semua biaya manajemen sekolah di Korea Utara, seperti biaya pemeliharaan, perawatan fasilitas, dan gaji guru, dibebankan kepada siswa.

Jika siswa tidak dapat membayar biaya tersebut, mereka menghadapi hukuman fisik atau perundungan di dalam kelas.

Guru secara paksa mengumpulkan biaya ini dari siswa, dan mereka yang tidak bisa membayar mengalami rasa malu yang luar biasa.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *