7 Strategi Hamas Selepas Kematian Yahya Sinwar



loading…

Hamas memiliki berbagai strategi selepas kematian Yahya Sinwar. Foto/Al Manar

GAZA – Pembunuhan pemimpin Hamas Yahya Sinwar oleh pasukan Israel di Gaza minggu ini membuat kelompok pejuang Palestina tersebut mempertimbangkan kepemimpinan baru untuk kedua kalinya dalam waktu kurang dari tiga bulan.

Apakah Hamas sekarang akan meninggalkan sayap garis kerasnya atau akan menggandakannya, dan apa artinya bagi masa depan kelompok tersebut dan bagi kebangkitan kembali negosiasi gencatan senjata dan pertukaran sandera antara Hamas dan Israel?

Sinwar menggantikan pemimpin Hamas sebelumnya, Ismail Haniyeh, setelah Haniyeh tewas pada bulan Juli dalam sebuah ledakan di Iran yang secara luas disalahkan pada Israel.

Sebagai arsitek serangan 7 Oktober 2023 di Israel selatan yang memicu perang di Gaza, Sinwar adalah pilihan yang menantang pada saat beberapa orang memperkirakan kelompok militan tersebut akan mengambil pendekatan yang lebih damai dan berusaha untuk mengakhiri konflik.

Pembunuhan Sinwar tampaknya merupakan pertemuan garis depan yang tidak disengaja dengan pasukan Israel pada hari Rabu.

7 Strategi Hamas Selepas Kematian Yahya Sinwar

1. Hamas Pilih Posisi Bertahan

Pembunuhan Sinwar menandai kemenangan simbolis besar bagi Israel dalam perang selama setahun melawan Hamas di Gaza. Namun, hal itu juga memungkinkan Hamas untuk menganggapnya sebagai pahlawan yang tewas di medan perang, bukan bersembunyi di terowongan.

Sementara kelompok tersebut berada dalam posisi bertahan dan sebagian besar telah dipaksa bersembunyi di bawah tanah di Gaza, kelompok itu terus memerangi pasukan Israel di daerah kantong itu dan untuk memberikan pengaruh politik.

2. Hamas Akan Semakin Kuat dan Kokoh

Bassem Naim, anggota biro politik kelompok tersebut yang berdomisili di Qatar, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Israel telah membunuh pemimpin Hamas lainnya, termasuk pemimpin pendirinya, Sheikh Ahmed Yassin, dan penggantinya, Abdel Aziz Rantisi, yang tewas akibat serangan udara pada tahun 2004.

“Hamas semakin kuat dan populer, dan para pemimpin ini menjadi ikon bagi generasi mendatang,” katanya.

3. Mengutamakan Kepemimpinan Kolektif

Dampak kematian Sinwar terhadap operasi militer di Gaza masih belum terlihat. Namun, Sadeq Abu Amer, kepala lembaga pemikir Palestinian Dialogue Group yang berbasis di Turki, mengatakan bahwa “tidak akan ada dampak signifikan pada struktur politik Hamas.”

Ketika Sinwar diangkat, “situasi pada dasarnya diatur sedemikian rupa sehingga Hamas dapat mengelola urusan politiknya dan mengelola organisasi secara independen dari Sinwar” karena kesulitan komunikasi antara Sinwar dan para pemimpin politik Hamas di luar Gaza, katanya.

Sebagian besar masalah dikelola oleh “kepemimpinan kolektif” antara kepala Dewan Syura kelompok tersebut dan pejabat yang bertanggung jawab atas Tepi Barat, Gaza, dan wilayah di luar negeri, katanya. Pengecualian yang penting: Sinwar mengendalikan semua masalah yang terkait dengan sandera Israel di Gaza.

4. Operasional Hamas Tetap Berjalan Efektif

Masa jabatan Sinwar bersifat sementara dan akan berakhir pada paruh kedua tahun 2025.

“Hamas tidak akan bergerak cepat saat ini untuk memilih kepala biro politik,” kata Thabet al-Amour, seorang analis politik di Gaza. Ia mencatat bahwa Khalil al-Hayya, wakil Sinwar yang berkantor di Qatar, sudah mengelola urusan eksekutif dan dapat terus melakukannya.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *