Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

7 Fakta Kenapa Tentara Israel juga Menembaki Gereja di Palestina?



loading…

Gereja Keluarga Kudus hancur akibat serangan brutal Israel di Gaza. Foto/thediplomatinspain

GAZA – Sejak meletusnya kembali konflik antara Israel dan Hamas pada Oktober 2023, Jalur Gaza menjadi medan perang paling berdarah dalam dua dekade terakhir. Dalam situasi perang yang brutal dan serangan udara tanpa henti, banyak warga sipil mencari perlindungan di tempat-tempat ibadah seperti masjid dan gereja.

Salah satu lokasi perlindungan utama bagi komunitas Kristen dan Muslim di Gaza adalah Gereja Katolik Keluarga Kudus (Holy Family Church), satu-satunya gereja Katolik yang tersisa di wilayah tersebut.

Namun, ironisnya, gereja ini justru menjadi target serangan Israel yang menyebabkan korban jiwa dan memunculkan kecaman luas dari dunia internasional, termasuk dari Vatikan dan organisasi kemanusiaan.

Penyerangan terhadap gereja bukan hanya menjadi tragedi kemanusiaan, tapi juga mengguncang prinsip dasar hukum perang internasional yang secara jelas melindungi tempat ibadah dari tindakan militer, kecuali jika digunakan untuk aktivitas bersenjata.

Dalam beberapa insiden penting, termasuk penembakan dua perempuan oleh sniper Israel di kompleks gereja pada Desember 2023 dan ledakan akibat serangan peluru tank pada Juli 2025, Israel selalu berdalih kejadian itu adalah “kesalahan” atau “tidak disengaja”.

Namun pertanyaannya tetap: mengapa gereja—tempat perlindungan sakral—bisa menjadi sasaran serangan militer?

Berikut beberapa fakta lapangan, pernyataan resmi, dan analisis hukum internasional terkait aksi brutal militer Israel tersebut.

1. Gereja Sebagai Tempat Perlindungan Sipil yang Rentan

Selama konflik berlangsung, warga Gaza sering kali berlindung di tempat-tempat yang dianggap aman dari serangan, termasuk sekolah, rumah sakit, dan rumah ibadah.

Gereja Holy Family menjadi lokasi utama perlindungan warga Kristen Gaza, yang jumlahnya sangat kecil, hanya beberapa ratus orang dari populasi lebih dari 2 juta.

Tak hanya warga Kristen, warga Muslim yang kehilangan tempat tinggal akibat pemboman juga turut berlindung di gereja tersebut.

Di dalam gereja terdapat anak-anak, orang tua, bahkan disabilitas yang tergantung pada alat bantu medis. Tempat ini seharusnya berada di luar sasaran militer, karena tidak ada indikasi aktivitas bersenjata.

Namun dalam praktiknya, tempat perlindungan ini justru menghadapi ancaman. Kompleksitas medan perang yang padat dan sempit membuat tempat ibadah yang ramai bisa menjadi collateral damage dari operasi militer yang agresif.

Pihak gereja menegaskan tidak pernah memperbolehkan pihak pejuang menggunakan tempat tersebut untuk aktivitas perang. Oleh karena itu, serangan ke gereja oleh Israel bukan hanya salah sasaran, tapi juga melanggar prinsip perlindungan sipil dalam konflik bersenjata.

2. Kasus Penembakan Sniper Israel di Gereja (Desember 2023)

Pada 16 Desember 2023, dua perempuan—Nahida Khalil Anton dan putrinya Samar—ditembak mati oleh sniper Israel saat sedang berjalan di halaman Gereja Holy Family di Gaza.

Mereka hanya hendak menuju kamar kecil, namun tiba-tiba ditembak tanpa peringatan. Tujuh orang lainnya terluka saat mencoba menolong mereka.

Pihak gereja menyatakan tidak ada aktivitas militer sama sekali di dalam kompleks saat itu. Ini memperkuat dugaan bahwa penembakan dilakukan dengan kesengajaan atau minimal kelalaian berat oleh pihak tentara penjajah Israel.

Israel awalnya menyangkal keterlibatan langsung, namun kemudian menyatakan mereka tengah merespons tembakan dari wilayah sekitar. Klaim ini ditolak mentah-mentah oleh Patriarkat Latin Yerusalem yang menyatakan gereja benar-benar bebas dari aktivitas pejuang.

Paus Fransiskus saat itu mengecam keras serangan ini dan menyebut tindakan tersebut sebagai pembunuhan “in cold blood”.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *