Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

3 Tantangan Pemerintahan Baru Suriah, Salah Satunya Menghindari Gesekan Antarfaksi



loading…

Pemerintahan baru Suriah menghadapi banyak tantangan. Foto/X/@shiblizaman

DAMASKUS – Pemerintah baru Suriah nantinya akan menghadapi banyak tantangan.

“Pimpinan baru Suriah kini harus mencapai keseimbangan antara memaksakan kewenangannya tanpa mengasingkan kelompok lain,” kata Rob Geist Pinfold, seorang profesor di Universitas Durham, dilansir Al Jazeera.

3 Tantangan Pemerintahan Baru Suriah, Salah Satunya Menghindari Gesekan Antarfaksi

1. Tidak Boleh Mengasingkan Faksi Apapun

“Tantangan terbesarnya [Ahmed al-Sharaa] adalah untuk memberantas kewenangannya, untuk menunjukkan bahwa ia benar-benar berkuasa, tanpa mengasingkan siapa pun dan memperluas kekuasaan HTS [Haiyah Tahrir el-Sham],” kata Pinfold kepada Al Jazeera.

Kelompok oposisi, yang beranggotakan sekitar 20.000 pejuang, kini akan “diperluas secara signifikan” dibandingkan saat mereka dulu memerintah daerah kantong barat laut Idlib.

Baca Juga: Israel Mulai Usir Warga, Akankah Israel Menjadikan Suriah seperti Palestina?

2. Tidak Boleh Bergesekan dengan Penduduk Damaskus

Selain itu, kelompok tersebut telah membawa siapa pun yang dianggap sebagai orang HTS yang dapat dipercaya ke ibu kota Damaskus, mulai dari administrator politik hingga polisi.

“Namun, hal itu juga akan menimbulkan gesekan antara penduduk setempat dan orang-orang yang baru pindah karena sekarang mereka tiba-tiba menjadi orang yang memberi perintah kepada orang-orang ini,” kata Pinfold.

3. Mengintegrasikan Berbagai Faksi dalam Pemerintahan

Ada pertanyaan tentang apa yang harus dilakukan dengan berbagai kelompok bersenjata yang menghilang selama serangan HTS dan yang mungkin telah membuang seragam mereka, tetapi tidak senjata mereka, kata pakar tersebut.

“Jadi, kami memiliki banyak pria, terutama pria usia tempur yang duduk di rumah di Suriah dengan senjata mereka sambil menunggu untuk melihat apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan saya pikir itu adalah tindakan penyeimbangan yang sangat rumit untuk melucuti senjata mereka dan mengintegrasikan mereka ke dalam negara, tetapi pada saat yang sama tidak mengasingkan dan meradikalisasi mereka,” katanya.

(ahm)



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *