Customize Consent Preferences

We use cookies to help you navigate efficiently and perform certain functions. You will find detailed information about all cookies under each consent category below.

The cookies that are categorized as "Necessary" are stored on your browser as they are essential for enabling the basic functionalities of the site. ... 

Always Active

Necessary cookies are required to enable the basic features of this site, such as providing secure log-in or adjusting your consent preferences. These cookies do not store any personally identifiable data.

No cookies to display.

Functional cookies help perform certain functionalities like sharing the content of the website on social media platforms, collecting feedback, and other third-party features.

No cookies to display.

Analytical cookies are used to understand how visitors interact with the website. These cookies help provide information on metrics such as the number of visitors, bounce rate, traffic source, etc.

No cookies to display.

Performance cookies are used to understand and analyze the key performance indexes of the website which helps in delivering a better user experience for the visitors.

No cookies to display.

Advertisement cookies are used to provide visitors with customized advertisements based on the pages you visited previously and to analyze the effectiveness of the ad campaigns.

No cookies to display.

UU Pesantren Pengakuan Pemerintah Terhadap Kontribusi Ponpes



loading…

Ketua Majelis Masyayikh KH. Abdul Ghaffar Rozin mengungkapkan, UU Pesantren menjadi pengakuan resmi pemerintah atas kontribusi pesantren dalam masyarakat. Foto/istimewa

JAKARTA – Ketua Majelis Masyayikh KH. Abdul Ghaffar Rozin mengungkapkan, UU Pesantren menjadi pengakuan resmi pemerintah atas kontribusi pesantren dalam masyarakat.

Hal itu disampaikan KH. Abdul Ghaffar Rozin saat menggelar sosialisasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren di Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Qornain, Jember, Jawa Timur. Acara ini menegaskan komitmen negara untuk mendukung pesantren sebagai pilar pendidikan nasional yang khas dan mandiri.

UU Pesantren ini diharapkan memperkuat eksistensi pesantren di tengah perubahan zaman, sekaligus menjaga nilai-nilai tradisional yang menjadi ciri khas lembaga pendidikan Islam ini.

“Pesantren telah lama menjadi benteng utama dalam pembentukan karakter bangsa serta pusat pengembangan moral dan spiritual di tengah masyarakat. Sebagai pengakuan resmi, UU Pesantren memberi landasan hukum untuk menjamin kemandirian dan kekhasan pesantren,” ujar Rozin.

UU Pesantren melibatkan Majelis Masyayikh sebagai badan independen yang bertanggung jawab dalam menjamin mutu pendidikan pesantren. Rozin menegaskan, Majelis Masyayikh akan berperan dalam mengawal kualitas pendidikan pesantren tanpa intervensi, sehingga karakteristik dan independensi pesantren tetap terjaga.

“Sistem ini memiliki dua aspek utama pertama, aspek eksternal yang dikelola oleh Majelis Masyayikh melalui evaluasi dan penilaian untuk memetakan serta mengembangkan strategi peningkatan mutu. Kedua, aspek internal yang ditangani oleh Dewan Masyayikh yang fokus pada pengawasan dan pengendalian mutu pendidikan di dalam pesantren,” tambah Rozin.

Sedangkan, KH. Abd. A’la Basyir menyoroti pentingnya menjaga tradisi pesantren, yang menekankan kedekatan hubungan antara guru dan santri, serta metode pembelajaran kitab kuning yang menjadi ciri khasnya.

“Pesantren berbeda dengan sekolah berasrama. Di pesantren, guru dianggap sebagai orang tua dalam agama. Hubungan ini menciptakan mata rantai keilmuan yang kuat dan perlu dijaga. Kami tidak ingin campur tangan yang mengubah kekhasan pesantren ini,” ujarnya.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *