loading…
Dalam foto yang dirilis Kementerian Pertahanan Rusia pada Jumat, 13 September 2024, seorang tentara Rusia menembakkan howitzer Msta-B ke arah posisi Ukraina di wilayah perbatasan Rusia-Ukraina di wilayah Kursk, Rusia. Foto/Kemhan Rusia/AP
RIA Novosti melaporkan hal itu pada Kamis (12/9/2024), mengutip laporan Kementerian Luar Negeri Rusia.
Ketika pasukan Ukraina melancarkan serangan ke Wilayah Kursk bulan lalu, ribuan warga sipil dievakuasi atau mereka sendiri melarikan diri lebih dalam ke jantung wilayah Rusia.
Namun, beberapa orang, termasuk orang tua dan mereka yang cacat, tidak dapat pergi, dan permukiman mereka berada di bawah kendali Ukraina.
Menurut laporan baru yang dilihat RIA Novosti, mereka yang tertinggal menjadi sasaran metode penahanan yang identik dengan Perang Dunia II.
“Di sejumlah wilayah yang dikuasai oleh militan, sesuatu seperti ‘kamp konsentrasi’ dibuat, di mana warga sipil yang tidak ingin atau tidak dapat meninggalkan wilayah yang direbut oleh musuh dipaksa masuk,” ungkap laporan itu, menurut RIA Novosti.
Klaim ini didasarkan pada laporan saksi mata yang dikumpulkan Palang Merah Rusia di Kursk. Dari mereka yang ditahan, antara 70 dan 100 orang dibawa ke satu sekolah di Sudzha, tempat terjadinya beberapa pertempuran paling sengit.
Sesampainya di sana, mereka menjadi sasaran pelecehan psikologis dan dipertontonkan kepada wartawan asing, klaim RIA Novosti.
“Para wartawan ini tidak hanya melanggar batas wilayah Federasi Rusia secara ilegal, mereka melakukannya sebagai bagian dari unit hukuman paramiliter Angkatan Bersenjata Ukraina,” papar laporan itu.
Laporan itu menambahkan, “Tujuan mereka adalah dengan sengaja memutarbalikkan kejadian sebenarnya, menciptakan latar belakang media yang menguntungkan bagi tindakan Angkatan Bersenjata Ukraina di Wilayah Kursk dan menyembunyikan informasi tentang kejahatan teroris terhadap warga sipil.”