Tips Pemulihan Mental untuk Korban KDRT, Ikuti 9 Cara Ini



loading…

KDRT tidak hanya berdampak fisik, tetapi juga memiliki konsekuensi serius bagi kesehatan mental korban. Foto Ilustrasi/Freepik

SURABAYA – Selebgram Cut Intan Nabila baru-baru ini mengejutkan warganet karena diduga menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh suaminya, Armor Toreador Gustifante.

KDRT tidak hanya berdampak fisik, tetapi juga memiliki konsekuensi serius bagi kesehatan mental korban. Lantas, bagaimana pemulihan mental korban KDRT?

Dosen Keperawatan Jiwa Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Uswatun Hasanah menjelaskan, dampak fisik dari KDRT dapat diobati dengan melakukan pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan. Namun, dampak psikis (trauma) bisa jadi menjadi dampak menetap yang kapan pun bisa kambuh jika berada dalam situasi serupa sehingga memicu munculnya ingatan dan pengalaman tidak menyenangkan saat mengalami KDRT.

Uswatun menjelaskan, trauma merupakan kondisi yang sulit untuk disembuhkan, butuh waktu yang lama bahkan bertahun-tahun agar korban kekerasan dapat betul-betul terlepas dari rasa traumanya.

“Oleh sebab itu perlu segera dilakukan penanganan maupun pendampingan psikologis bagi korban KDRT agar tidak mengalami stress pasca trauma,” tutur Uswatun belum lama ini.

Dalam keterangan tertulis ia membagikan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mendampingi proses pemulihan kondisi psikis korban yang baru mengalami KDRT diantaranya:

Pertama mengamankan diri. Langkah pertama yang dapat dilakukan untuk menghidari dampak kekerasan yang semakin luas adalah dengan mengamankan diri ke tempat aman, termasuk dalam hal menjauhkan diri dari pelaku, sehingga perilaku KDRT tidak berlanjut.

Kedua mencari dukungan. Dukungan penuh dari orang terdekat adalah salah satu faktor yang dapat menguatkan secara diri terutama secara psikis.

Ketiga bercerita. Menceritakan peristiwa yang dialami merupakan salah satu bentuk terapi. Tentu saja saat memutuskan untuk bercerita, kita memilih orang yang tepat yang bisa dipercaya. Bercerita dapat dilakukan pada orang tua, sahabat, kelompok pendukung, maupun terapis.



You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *