loading…
baca juga: Indonesia – Prancis Tingkatkan Kerja Sama Pertahanan
Kerja sama pertahanan dengan kelima negara sahabat tersebut menjadi fokus pembicaraan Menlu Retno Marsudi dan Wamenhan Letjen (Purn) M Herindra dengan Komisi I DPR dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), di Gedung DPR RI Senayan, Rabu (19/06). Rencananya, pengesahan ratifikasi untuk menjadi undang-undang (UU) akan dilakukan setelah Komisi I DPR menggelar RDP lanjutan dengan beberapa kementerian terkait, yaitu Kemlu, Kemhan, dan Kemenkumham.
Retno Marsudi meyakinkan, kerja sama pertahanan akan sangat bermanfaat bagi pengembangan industri pertahanan Indonesia, mengintensifkan kerja sama pertahanan, serta meletakkan landasan hukum kerja sama pertahanan. Hubungan tersebut akan berdasarkan prinsip kesetaraan, keuntungan bersama, dan penghormatan penuh atas kedaulatan dan integritas teritorial.
Lantas, bagaimana implementasi kerja sama yang akan dilakukan dengan kelima negara? Target yang ingin dicapai untuk masing-masing negara tentu berbeda-beda. Hanya secara garis besar kerjasama pertahanan diarahkan untuk pertukaran kunjungan, dialog, penguatan SDM, pengembangan iptek alutsista, serta produk bersama alutsista.
Dalam paparannya di depan Komisi I DPR, Retno Marsudi membeberkan bahwa dengan India kerja sama diharapkan membuka pintu untuk pengembangan teknologi dan industri pertahanan dan peningkatan kualitas SDM pertahanan. Pemerintah menganggap India merupakan negara yang mampu mengembangkan kapabilitas pertahanan secara signifikan hingga mampu mengekspor produk pertahanan.
Fantatisnya, jumlah nilai ekspor meningkat 21x lipat hanya dalam satu dekade terakhir. Secara kongkret dijabarkan Retno Marsudi, kerja sama dilakukan dalam bentuk pendidikan, pelatihan, latihan militer bersama, pengembangan bidang sains dan teknologi pertahanan, pertukaran personel, serta dukungan logistik.
Adapun dengan Prancis, kerja sama pertahanan dengan negeri tersebut sangat strategis karena merupakan negara anggota Dewan Keamanan PBB, memiliki industri pertahanan maju dan merupakan eksporter poduk pertahanan terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat (AS), dan mitra potensial dalam memajukan industri pertahanan dalam negeri.
Perjanjian yang dibangun dengan Paris mencakup bidang intelijen pertahanan, pendidikan dan pelatihan, ilmu pengetahuan dan teknologi bidang pertahanan, pemeliharaan perdamaian, bantuan kemanusiaan; produk dan pengembangan bersama peralatan pertahanan.
baca juga: Menhan Prabowo Bertemu Menlu Turki, Bahas Kerja Sama Pertahanan
Dengan Uni Emirate Arab (UEA) diarahkan untuk mengembangkan produksi bersama industri pertahanan kedua negara, seperti produksi amunisi dan komponen senapan. Secara detail, perjanjian meliputi pertukaran informasi, industri pertahanan, dan peningkatan kapasitas.
Selanjutnya kerja sama dengan Kamboja difokuskan pada dialog, pertukaran kunjungan, pertukaran informasi ilmu dan teknologi pertahanan, dan peningkatan kapasitas SDM. Perjanjian juga diharapkan dapat membuka peluang peningkatan ekspor produk senjata buatan Indonesia di mana Kamboja merupakan salah satu negara tujuan.
Sedangkan dengan Brazil kerja sama sangat tepat karena merupakan kekuatan militer kedua di belahan bumi bagian barat setelah AS, dan memiliki jaringan industri pertahanan yang mapan dengan 220 industri pertahanan yang melayani 85 negara mitra.
Rencananya, kerja sama yang dilakukan mencakup kunjungan dan pertemuan antar-institus, pengembangan SDM, serta pengetahuan dan pengalaman. Perjanjian kerja sama akan membuka peluang kerjasama lain, terutama dukungan logistik, transfer of technology (ToT), joint research, joint production, dan joint marketing.
Pondasi Kerja Sama Pertahanan
Kehadiran negara, dalam hal ini Indonesia, sudah jelas di antaranya adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah. Amanat ini tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Untuk tujuan inilah, pemerintah mempunyai kewajiban untuk memperkuat pertahanan dengan segala cara agar negara memiliki kapasitas melindungi negara dan rakyatnya.
Dalam konteks kerja sama pertahanan, ada dua variabel yang harus dipahami, yakni kerja sama dengan negara lain atau komunitas internasional atau hubungan internasional, dan pertahanan negara. Untuk hubungan internasional, lazimnya dilakukan untuk menjaga perdamaian dunia dan keamanan internasional.
Selain itu, hubungan internasional juga diarahkan untuk meningkatkan kerja sama internasional dalam bidang politik, ekonomi dan sosial budaya. Sesuai Pasal 2 UU No 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, hubungan luar negeri berpedoman pada Pancasila, UUD 1945, dan GBHN, yang diselenggarakan sesuai dengan politik luar negeri, peraturan perundang-undangan nasional dan hukum serta kebiasaan internasional.
Disebutkan dalam Pasal 4, politik luar negeri Indonesia menganut prinsip bebas aktif demi kepentingan nasional yang dilaksanakan melalui diplomasi yang kreatif, aktif, dan antisipatif, tidak sekadar rutin dan reaktif, tetapi juga teguh dalam prinsip dan pendirian, serta rasional dan luwes.
Sedangkan UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara mendefinisikan sebagai segala usaha untuk mempertahanankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Upaya pengembangan sistem pertahanan negara sangat erat kaitannya dengan sumber daya strategis pertahanan yang terdiri atas anggaran pertahanan, infrastruktur militer, postur pertahanan, industri pertahanan, serta kemampuan logistik pertahanan.
Dalam konstitusi juga digariskan, pertahanan negara disusun berdasarkan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, ketentuan hukum nasional, hukum internasional dan kebiasaan internasional, serta prinsip hidup berdampingan secara damai dengan memerhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.