loading…
Pengamat Politik Ray Rangkuti menanggapi tuntutan pemilu ulang yang disuarakan Partai Perindo. Foto/TPN Ganjar-Mahfud
“Saya tidak tahu yang dimaksud Perindo dari tiga jenis (format) ini. Apakah pemilu ulang atau pemungutan suara ulang, atau penghitungan suara ulang. Sebab ketiganya memungkinkan (dilaksanakan). Namun dari ketiga format itu, ada faktor-faktor penyebabnya, yang memungkinkan apakah kita melakukan pemilu ulang, PSU, dan penghitungan suara ulang,” kata Ray Rangkuti dalam dialog iNews Sore bersama dosen FH UI Titi Anggraini dan Sekretaris Jenderal Partai Perindo Ahmad Rofiq, Kamis (29/2/2024).
Ray menuturkan, umumnya penghitungan dan pemungutan suara ulang diperintahkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Meski Bawaslu memiliki kewenangan untuk menggelar pemungutan suara ulang, namun untuk penghitungan suara ulang, Bawaslu tidak punya kewenangan.
“Nah, pemilu ulang, diusulkan oleh Bawaslu kalau dianggap memenuhi syarat-syarat. Meskipun begitu, pemilu ulang itu, pertanyaan berikutnya, dimulai dari mana? Apakah memang harus dari nol kembali, dianggap belum ada partai politik atau dimulai dari tahapan kampanye gitu. Itu juga mungkin perlu diperjelas oleh Partai Perindo supaya pemilu ulang ini dapat dipahami sampai sejauh apa,” ujar Ray.
“Kalau dimulai dari nol, reaksinya akan negatif dari masyarakat. Tetapi kalau pemungutan dan penghitungan suara ulang, itu dimungkinkan. Karena MK dan Bawaslu sering memutuskan itu. Tapi pemilu ulang juga mungkin. Di sinilah argumen-argumennya harus diperkuat oleh Partai Perindo dan dijelaskan, pemilu ulang ini dimulai dari mana, tahapan apa,” tutur dia.
“Melihat kondisi sekarang, sebaiknya pemilu ulang harus dimulai dari mana?” tanya Brema Natenaya, anchor iNews.
Ray menuturkan, pemungutan suara ulang yang dilaksanakan KPU itu karena tidak terlaksanakan pemungutan suara sebagaimana mestinya di lokasi tersebut. Tapi bukan KPU yang memutuskan PSU, melainkan Bawaslu dan MK, kecuali di tempat itu belum dilakukan pemungutan suara karena banjir atau alat tidak tersedia, surat suara kosong.
“Sebetulnya, pemungutan dan penghitungan suara ulang dilakukan karena di sana terjadi banyak sekali manipulasi, plus menjelang hari H misalnya di waktu kampanye, banyak juga terjadi pelanggaran, mobilisasi, tekanan, dan lain sebagainya, akumulasi itu dirujuk kepada pemilu ulang,” kata Ray.
“Kalau pemilu ulang, lagi-lagi pertanyaannya kita mulai dari mana? Dari kasusnya ini, paling jauh dimulai dari kampanye. Sebab peserta pemilu sejauh ini tidak ada masalah, sudah selesai. Di Bawaslu sengketanya. DPT juga tidak ada yang mempersoalkan,” tutur Ray.
(rca)