loading…
Presiden Rusia Vladimir Putin, PM India Narendra Modi dan Pempimpin tertinggi China Xi Jinping. FOTO/TASS
Agenda untuk membebaskan diri dari cengkeraman dolar AS memicu proses dedolarisasi yang dimulai oleh blok BRICS. Setelah Trump merebut kembali Gedung Putih, pembicaraan mengenai penggunaan dolar AS untuk perdagangan berkembang di antara negara-negara anggota.
Trump bersumpah untuk memberlakukan tarif 100% untuk semua barang yang masuk ke AS bagi negara-negara yang mencela dolar AS. Jika tarif ini diberlakukan, perbedaan finansial dapat menghantam aliansi BRICS lebih keras dari yang diperkirakan.
Sektor impor dan ekspor mereka akan menjadi yang pertama terpukul dan mengalami kerugian karena harus membayar lebih banyak pajak. Hal ini dapat membuat BRICS memikirkan kembali strategi mereka, karena dedolarisasi hanya akan merugikan ekonomi.
Anggota BRICS, India, adalah negara pertama yang secara terbuka menolak agenda dedolarisasi yang digagas oleh blok tersebut. Menteri Luar Negeri India, S. Jaishankar menegaskan negaranya tidak tertarik pada proses dedolarisasi. Ia mengungkapkan India akan menggunakan mata uang lokal hanya ketika opsi untuk tidak menyelesaikan perdagangan dalam dolar AS muncul.
“Kami tidak pernah secara aktif menargetkan dolar AS. Itu bukan bagian dari kebijakan ekonomi, politik, atau strategis kami,” ujar dia, dikutip dari Watcher Guru, Senin (18/11/2024).
Selain itu, anggota BRICS, Rusia, juga secara perlahan-lahan mundur dari proses dedolarisasi setelah kemenangan Trump. Putin menyebut USD sebagai “pilar kekuatan AS”. “Proposal-proposal kami tidak ditujukan untuk melawan Dolar. Ini hanyalah cara kami menjawab tantangan zaman modern, sebagai respons terhadap perkembangan ekonomi yang kami pikirkan,” tegas Putin.
(nng)